Thursday, August 28, 2025

Two Papers Accepted at APSIPA 2025 in Singapore

I’m thrilled to share that two of my papers have been accepted for presentation at the APSIPA Annual Summit and Conference 2025, taking place in vibrant Singapore this December. This marks a significant milestone for our research team and underscores our ongoing commitment to advancing speech and audio processing for health applications.

Accepted Papers

Paper ID Title
120 Dementia Prediction From Speech Signal Using Optimized Prosodic Features
241 Comparison of Solicited and Longitudinal Cough Sounds for Tuberculosis Detection


Paper Summaries

Dementia Prediction From Speech Signal Using Optimized Prosodic Features

This study explores how subtle changes in speech prosody—such as pitch, rhythm, and intensity—can serve as early indicators of dementia. By optimizing feature selection and leveraging machine learning classifiers, our approach achieved a classification accuracy that outperforms several baseline models. We believe this work could pave the way for noninvasive, cost-effective screening tools.

Comparison of Solicited and Longitudinal Cough Sounds for Tuberculosis Detection

In this paper, we examine the diagnostic power of cough sound recordings collected under controlled (“solicited”) versus naturalistic (“longitudinal”) conditions. Our analysis demonstrates that longitudinal data, captured through everyday smartphone use, retains enough acoustic signatures to reliably flag tuberculosis. The findings suggest a path toward scalable, remote health monitoring in resource-limited settings.


Acknowledgements

  • My co-authors and lab mates for their relentless dedication to data collection and algorithm development
  • Funding agencies and institutional support that made this research possible
  • All participants who shared their speech and cough recordings, enabling us to push the boundaries of health diagnostics


Next Steps

  1. Prepare camera-ready manuscripts and finalize supplementary materials
  2. Coordinate travel plans and poster backdrops for Singapore
  3. Schedule rehearsals for the oral presentations
  4. Network with fellow APSIPA attendees to explore collaborations in speech-based health analytics

I look forward to sharing our findings with the APSIPA community and gathering feedback that will fuel the next phase of our research. See you in Singapore!

Monday, August 04, 2025

Perbedaan luaran institusi pendidikan dan institusi riset

Empat bulan ini saya menjalani profesi baru, menjadi asisten profesor di sebuah universitas. Sebelumnya saya bekerja di institusi riset. Meski perubahan profesi ini terlihat smooth, ada hal dasar yang membedakan antar keduanya.

Persamaan luaran institusi riset dan pendidikan terletak pada publikasi. Dua-duanya menilai publikasi sebagai luaran. Namun ada perbedaan mendasar antar keduanya, yakni pada sisi authorship. Sebagai periset, menjadi penulis utama adalah tolok ukur keberhasilan periset yang bersangkutan. Hal ini berbeda dengan profesi dosen di institusi pendidikan.

Di institusi pendidikan, tolok ukur utama keberhasilan adalah ketika bisa mendidik mahasiswa untuk menjadi penulis pertama  dalam sebuah publikasi, entah itu conference paper atau pun jurnal. Seperti dalam tulisan saya sebelumnya, menjadi penulis pertama artinya menjadi kontributor utama. Disini lah letak keberhasilan itu, mendidik mahasiswa untuk berkontribusi dalam sains dan riset. Bukan menjadikan dirinya sebagai penulis pertama. 
 

Bagaimana seharusnya menilai kinerja periset dan dosen?


Karena tolok ukur keberhasilan yang diusulkan di atas tadi berdasarkan keberhasilan menjadikan mahasiswa sebagai penulis utama, maka setidaknya ada dua kriteria untuk menilai periset dosen. Kriteria pertama dengan banyaknya (kuantitas), kriteria kedua dengan seberapa baik kualitas paper atau journal yang diterbitkan. Untuk kriteria pertama cukup jelas, misalnya berapa jurnal publikasi per tahun. Untuk kriteria ada beberapa metrik/standard yang bisa dipakai. Cara pertama, yang saya usulkan, adalah dengan memakai metrik Google Scholar, yakni kualitas publikasi dinilai dari masuk tidaknya jurnal atau conference (keduanya dipukul rata) tersebut dalam Google Top 20. Misalnya bidang saya, acoustic and sound, ada pada list berikut. Cara ini cukup efisien dan fair, tidak peduli entah dia jurnal atau conference paper. Cara kedua yakni dengan menggunakan quartile Scopus, yakni publikasi (hanya jurnal) harus masuk antara Q4 sampai Q1. Semakin tinggi nilai Q-nya, semakin tinggi bobot kualitasnya. Namun ada kelemahan dalam cara kedua ini, yakni bagaimana menilai conference paper? Padahal conference paper dewasa ini keterbaruannya lebih tinggi daripada jurnal karena frekuensi penyelenggarannya tahunan.


Masalah selanjutnya adalah dalam penilaian kinerja periset atau dosen. Karena perbedaan authorship luaran diatas, maka penilaiannya harus dibedakan pula. Tidak seharusnya dosen dinilai dari sisi penulis pertama; sebaliknya hal tersebut berlaku pada periset. Dosen hendaknya dinilai dari kualitas dan kuantitas publikasi yang dihasilkan, yang besar kemungkinan berbanding lurus dengan jumlah mahasiswa yang diluluskannya.

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...