Sunday, November 22, 2015

Acoustic & Sound Engineer Training 2015

ASET (Acoustic and Sound Engineering Training) merupakan salah satu agenda diantara beberapa kegiatan ITB insight 2015. Materi ASET 2015 ini adalah sebagai berikut:
  1. Hearing Music
  2. Hearing Music in Different Environment
  3. Small Room Acoustics
  4. Music Production
Bagian keempat inilah sebenarnya esensi dari ASET 2015 ini. Pak Jack dari UPH Jakarta yang juga seorang praktisi sound engineer menjelaskan dengan gamblang tentang proses produksi music mulai dari gambaran proses produksi, pra produksi, produksi/recording dan paska produksi. Gambar 1 atas adalah screenshot software Reaper, sebuah DAW (digital audio work station) yang digunakan dalam ASET kali ini. Berikut adalah resume singkat tentang keempat tahapan produksi tersebut.

Screenshot Reaper 5.1, DAW yang digunakan pada ASET 2015

1. Gambaran proses produksi suara

Sebelum melakukan proses produksi musik, sound engineer harus terselebih dahulu konsep produksi musik. Seperti kebanyak sistem pada umumnya, secara sederhana proses produksi suara adalah: input --> proses produksi --> output. Sedangkan tahapannya adalah: recording -> editing (if needed) --> mixing --> mastering. Hal lain yang perlu diperhatikan adalah routing yakni interfacing dari divais satu ke piranti (device) yang lain. Hal lainnya adalah chain, rantai atau alur dari alat musik sampai pada monitoring divais. Memberlakukan divais produksi tak kalah pentingnya dengan proses produksi itu sendiri, misalnya teknik menggulung kabel dan jangan menginjak kabel karena disitulah sinyal akustik musik dihantarkan. Namun dari ke semua proses tersebut yang penting adalah inputnya: penyanyi dan alat musik, jika penyanyi atau alat musik jelek kualitasnya, maka tidak akan menghasilkan produk rekaman yang bagus: garbage in, garbage out.


2. Pra produksi
Pada tahapan pra produksi, sound engineer harus menguasai dengan jelas baik alat musik, penyanyi, akustik ruang studio control room, dan hipotesa awal output yang akan dia dapatkan. Seorang sound engineer hendaknya memiliki visi yang tajam dan mampu memilih komponen mana saja yang dia gunakan, bukan sebaliknya malah disetir oleh teknologi.

Pada tahap ini sound engineer juga harus belajar menyimak banyak lagu (listening with effort, not only hearing). Dia juga harus open-minded, menerima segala bentuk suara yang bergizi dan konstruktif, mengabaikan perasaan suka/tidak suka pada beberapa jenis musik tertentu. Semua itu dilakukan untuk melatih telinga sebagai sensor pendengaran terbaik yang akan menghasilkan produksi suara yang baik pula.


3. Produksi
Proses produksi merupakan inti dari produksi suara. Pada tahap ini sound engineer harus mampu memahami saat itu juga karakter pemain musik dan alat musiknya, konfigurasi (tata letak) personil dan alat musik, konfigurasi mikrofon (X/Y, coinsident, near-coinsider), jenis dan polar pattern mikrofon, sample rate dan bit depth dalam merekam serta respon akustik ruang saat itu.

Skill terpenting dalam proses produksi adalah kemampuan trouble shooting dan improvement kualitas perekaman. Misalnya saat  suara satu alat musik lebih dominan dari alat musik lainnya, sound engineer langsung dapat mengatasinya. Begitu juga ketika terjadi ketidak seimbangan distribusi spektrum suara, misalnya suara bass (low freq) lebih dominan daripada mid dan high freq, sound engineer langsung dapat meresponnya, misalnya dengan menambah filter atau mengatur jarak. Dengan proses perekaman yang baik maka akan memudahkan proses selanjutnya yakni pasca produksi.

Saat merekam, sound engineer juga harus jeli, dia tidak hanya merekam suara namun menangkap momen dan ekspresi artis saat itu. Yang direkam ekspresinya, bukan musiknya, dan lebih baik wrong notes daripada merekam suara tanpa passion.


4. Pasca produksi
Tahap terakhir produksi suara adalah mixing atau pasca produksi sebelum masuk pada fase mastering. Pada tahap ini kreativitas sound engineer dituntut untuk bisa menggabungkan seni (art) dan teknik (engineering) sehingga menghasilkan kreativitas dalam bermusik. Proses mixing ini antara lain melibatkan aktivitas utama sebagai berikut:
  • EQ-ing
  • Compressor
  • Balancing
  • Positioning
Pada proses Equalizer-ing (EQ-ing), sound engineer harus mampu menghasilkan harmoni antar alat musik, bukan pada satu jenis alat musik saja. Teknik ini dapat dilakukan dengan mengeset range frekuesi output rekaman suatu alat musik pada daerah kerjanya dan mendengarkannya bersama alat-alat musik yang lainnya (jangan di-SOLO). Misalnya pada gitar, range frekuensinya berada pada mid hingga high frekuensi. EQ-ing juga bisa berfungsi untuk memfilter suara yang tidak diinginkan, misalnya terjadi shouting pada frekuensi tertentu, maka dapat dibalik (amplitudo dibuat negatif pada puncaknya) sehingga suaranya tidak terdengar.  Khusus drum kit, dengarkan rythm section (bass dan drum) dan turunkan sekitar menjadi -10 dB, based on best practice).

Teknik compressing menggunakan compressor berfungsi untuk meng-adjust dynamic range yang terlalu luas (volume terlalu tinggi). Dyname range adalah perbedaan suara forte (the hardest) dengan piano (the softest, bukan piano alat musik). Teknik ini biasanya juga digunakan pada stasiun radio untuk menjada volume suara dari satu lagu ke lagu lainnya. Compressing sangat berguna untuk mengatur dyname range dari suatu lagu, namun jangan dikompress terlalu extreme. Pada compressor variable yang digunakan adalah threshold (batas kompresi), rasio (misal 7:1, untuk kelebihan 7 dB akan menghasilkan output 1 dB dari threshold) dan attac/release (time respon kompresi).

Balancing merupakan pengaturan volume antar track agar terlihat harmonis. Meskipun terkesan mudah, teknik ini membutuhkan skill dan pengalaman yang mumpuni. Banyak menyimak (listening) dan belajar dari lagu lain (dicontohkan radiohead, yes, toto, dll) adalah salah satu faktor penentu keberhasilan balancing. Idealnya, master volume berada pada -18 dB karena akan diperkuat pada proses mastering.

Teknik keempat dan terakhir pada mixing adalah untuk menghasilkan persepsi dan sensasi 3D melalui positioning. Sebagai acuan (guidance, not the rules) maka biasanya vocal berada di tengah, bass di kiri, gitar di kanan dan di kiri, drum di tengah dan sebagainya. Bisa saja ada instrumen musik yang berpindah-pindah, dan perlu teknik khusus untuk menghasilkan efek tersebut. Keberhasilan teknik positioning akan menghasilkan kualitas suara yang mirip dengan realita pertunjukan musik sesungguhnya.

Demikianlah resume ASET 2015 kali ini, saya berharap bisa menerapkannya, teknik produksi suara khususnya untuk riset di bidang akustik dan pengolahan sinyal suara.
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...