Wednesday, November 22, 2017

Klasifikasi Emosi

Tulisan ini bukan tentang "perkenalan dengan emosi" namun tentang seri pengenalan emosi (secara otomatis, khususnya dari ujaran/speech). Tulisan pertama ini berkenaan dengan jenis-jenis pembagian emosi dan alasan dibalik pembagian tersebut.

Emosi manusia terbagi menjadi beberapa jenis. Pembagiannya pun beragam, tergantung siapa dan berdasarkan apa dia membaginya. Tentunya yang membagi adalah orang yang ahli dibidangnya, misalnya psikolog, psikiater, atau neuropsikolog.
Pembagian emosi secara diskirt (Sumber: Wikipedia)

Definisi

Dari sebuah workshop yang pernah saya ikuti, mendefinisikan emosi akan lebih mudah jika membandingkannya dengan definisi mood, seperti halnya cuaca dan iklim.
Emosi: reaksi jangka pendek dari sebuah stimulus tertentu.
Mood: kondisi psikologi jangka (agak) panjang yang tidak bergantung pada stimulus tertentu.
Mood dan emosi berbeda secara psikologi, namun pada aplikasi tertentu, misalnya MIR (music information retrieval), kedua terminologi tersebut diasumsikan sama.

Model untuk mendeskripskikan emosi

Ada beberapa model yang dipakai untuk mendeskripsikan emosi manusia, namun secara umum dapat dibagi menjadi tiga model berikut:
  1. Categorical model (discrete model)
  2. Dimensional model (continuous model)
  3. Hybrid model (appraisal model)
Categorical model
Disebut model kategorikal atau model diskrit karena membagi-bagi emosi secara kategori/diskrit. Pembagian emosi berdasarkan model kategorikal mengklasifikasikan emosi  secara diskrit berdasarkan analisa bahwa emosi pada kondisi tertentu berbeda (distinct) secara wajah atau proses biologi [2]. Model kategorial ini juga bisa dibedakan berdasarkan kata-kata emosional yang berlaku secara universal untuk keadaan seperti senang, sedih atau marah.

Pembagian emosi dengan model diskrit yang banyak dipakai sekarang adalah yang diusulkan oleh Paul Ekman. Ekman membagi emosi menjadi  anger (marah), disgust (muak), fear (takut), happiness (senang), sadness (sedih), and surprise (kagum).

Dimensional model
Pembagian emosi secara dimensional lebih banyak dipakai khususnya di bidang komputasi karena asumsi yang kuat bahwa emosi tidak bisa dibedakan secara diskrit sepert biner 1 dan 0, namun secara kuantitatif dimensional, misalnya dari skala 0-1. Contoh, marah. Seberapa besar marahnya? sedikit marah, agak marah, marah atau sangat marah..? kondisi emosi tersebut bisa dideskripsikan secara dimensional dari 0-1 alih-alih dengan model diskrit (0 atau 1).

Moel awal Russel (Valence/Pleasure vs Arousal), dikembangkan bersama Albert Mehrabian menjadi 3D dengan menambahkan dominance/pleasuer (disebut VAD atau PAD)

Pembagian emosi secara dimensional banyak ragamnya. Dari model circumplex, vector, PANA (positive activity negative activity), PAD (pleasure, arousal, dominance), Plutchik model, ataupun Lövheim cube of emotion.  Model Plutchik dipakai dalam banyak aplikasi, misalnya oleh DroneEmprit. Model yang paling baru adalah model Cowen & Keltner (2017) yang membagi emosi secara gradasi menjadi 27 ragam emosi [3].
Model emosi Plutchik


Hybrid Model
Pembagian emosi secara hybrid menjembatani model diskrit dan dimensional. Emotional words bertindak sebagai kategori secara dimensional. Model ini dikembangkan oleh Swiss Center For Affective Science yang diturunkan secara teoritis dan diujicobakan secara empiris untuk mengenali reaksi emosional terhadap obyek, event ataupun kondisi yang dihadapi oleh subyek [3].  Model hibrid ini dapat dipandang sebagi pengembangan model dimensional. Menariknya, kategori-kategori emosi diletakkan pada dua dimensi: valence dan dominace. Dua dimensi tersebut, dari riset terpisah, merupakan dimensi-dimensi terpenting dalam empat dimensi emosi. 

Berikut adalah bagan Geneva Emotional Wheel (GEW).
GEW, Geneva Emotional Wheel


Pengenalan Emosi via Ujaran

Emosi bisa dikenali dari berbagai variabel atau metode. Paling mudah adalah melalui wajah (facial recognition), detak jantung (heartrate) dan ujaran (speech). Kita mungkin pernah mendengar tentang Lie detection. Alat tersebut bekerja dengan prinsip yang sama seperti penganalan emosi.

Masalah yang menarik (bagi kami), adalah mengenali emosi dari ucapan seseorang. Kita tentu sudah sangat bisa membedakan suara orang marah, sedih, bahagia atau nerveous. Pertanyaanya: bisakah (algoritma) komputer mengenali emosi manusia dari ucapannya?

Secara umum workflow dari pengenalan emosi dari suara adalah sebagai beikut.
Speech --> extraksi fitur akustik --> classifier --> jenis emosi

workflow inilah yang akan diteliti dan dikembangkan untuk meningkatkan tingkat pengelan emosi yang lebih tinggi.

Tulisan ini adalah tulisan pembuka saya di bidang penelitian baru, pengenalan emosi dari ujaran. Tulisan selanjutnya tentang pengenalan emosi secara otomatis dari ujaran dengan TensorFlow bisa dibaca di sini.

Referensi
  1. Markus Schedl, 2017. Music Emotion Recognition, Indonesian Summer School on Music IR, Jakarta: UI.
  2. https://en.wikipedia.org/wiki/Emotion_classification 
  3. https://www.affective-sciences.org/gew/
  4. J. R. J. Fontaine et al., “The World of Emotions Is Not Two-Dimensional,” Psychol. Sci., vol. 18, no. 12, pp. 1050–1057, 2017.

No comments:

Post a Comment

Your comments here/Silahkan komentar disini...

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...