Saat progress di lab bebearapa waktu yang lalu, ada yang bercerita tentang pengalamannya bekerjasama dengan seorang dokter (kerjasama riset). Mendengar hal itu, saya teringat akan pandangan saya tentang betapa berbedanya professor (guru 'besar') di universitas saya dengan professor di universitas sebelah.... (sebelah mana ya...?)
Di universitas saya dulu, ada beberapa profesor yang biasa dipanggil 'Cak', panggilan bagi kebanyakan pemuda Surabaya. Apalagi kalau ngobrol masalah di luar akademik, misal tentang hobby, bola dan sebagainya, rasanya tidak adalagi sekat antara mahasiswa dosen, dosen muda dengan dosen tua, senior dan yunior atau bahkan antara guru 'kecil' dan guru besar. Suasananya begitu cair, saya sendiri pernah mengalaminya, yakni saat mengikuti rapat dengan beberapa doktor alumni luar negeri di gedung robotika, mereka tidak memandang saya sebagai mahasiswa, namun sebagai partner riset yang sepantara. Kami tak sungkan untuk tertawa lepas, mengkritik satu sama lain, dan menyumbang saran untuk riset yang diajukan. Semuanya dalam suasanya cair, tanpa ada yang dituakan atau merasa senior.
Namun hal itu akan sungguh berbeda ketika anda berkunjung ke universitas sebelah. Untuk bertemu dengan professor mereka saja, sulitnya minta ampun. Harus buat janji dulu, dan jangan harap yang menemui anda pertama kali adalah profesor yang bersangkutan. Apalagi professor di fakultas "K", akan sangat kentara sekali perbedaan kasta disana.
Disini, seorang kajur (Ketua Jurusan) biasa mengambil dan menyerahkan sendiri berkas yang ditandatanganinya di tata usaha (TU). Namun, di universitas sebelah, seogan kajur konon katanya hanya tinggal pencet tombol saja untuk menyuruh TU mengambil berkas yang sudah ditandatanginya. How a big different it is.. :D
Di Jepang, profesi dokter dihormati. Beliau, para dokter sampai disebut sensei (guru). Secara harfiah, ini mengindikasikan bahwa profesi "guru" lebih utama. Ya, di Jepang profesi Sensei memang setengah dewa. Sensei bisa memutuskan seorang mahasiswa lulus atau tidak, berhak menerima beasiswa atau tidak, dan semua perkataanya wajib dipatuhi oleh mahasiswanya. Rektor pun bahkan tidak bisa mengintervensi keputusan sensei, apalagi pejabat di bawahnya (Dekat, Kajur, dll). Jelas sekali disini, dosen bukan boneka kampus.
Beda bidang, beda lagi manusia setengah dewa-nya. Iwan fals, sang musisi Indonesia akan mengangkat presiden menjadi manusia setengah dewa bila berhasil mengatasi permasalahan-permasalahan bangsa.
Berikut pintanya,
Turunkan harga secepatnya
Berikan kami pekerjaan
Pasti kuangkat engkau Menjadi manusia setengah dewa
...
Tegakkan hukum setegak tegaknya
Adil dan tegas tak pandang bulu
Pasti kuangkat engkau Menjadi manusia setengah dewa
Beda lagi dengan Hercules, konon katanya ia manusia setengah dewa karena berayah Zeus (Ketua para dewa) dan ber-ibu manusia dewasa. Punya kekuatan dewa, tapi masih manusia. Dipuja para wanita, dihormati umat manusia. Tapi itu cuma di film dan legenda (katanya).
So, ingin menjadi manusia setengah dewa? pilih satu profesi diatas!
Saya ingin menjadi manusia biasa aja, dan merasa luar biasa karena Tuhan menciptakan kita berbeda.
-Bukan manusia setengah dewa, but: #a-special-creation-of-God