Monday, April 03, 2017

Candi Sukuh dan Candi Ceto

Candi adalah warisan cagar budaya yang bisa dipelajari dan diambil ilmunya. Biasanya, candi terletak di tempat dengan pemandangan yang indah sehingga view candi tersebut akan terlihat menakjubkan, khususnya di saat sore hari. Dua candi berikut terletak tidak jauh dari Magetan, tepatnya di Kecamatan Jenawi, Kab. Karang Anyar Jawa Tengah. Candi Sukuh dan Candi Ceto merupakan peninggalan Majapahit di lereng barat Gunung Lawu di akhir kejayaannya, pertengahan abad ke-15.



Rute Perjalanan

Saya berangkat dari Yogyakarta, setelah mengunjungi Air Terjun Grojogan Sewu, kami melanjutkan perjalanan ke Candi Sukuh dan Candi Ceto. Tepat di jalan keluar pintu II Grojogan Sewu, ada jalan ke kanan naik, jalan tersebut menuju Candi Sukuh, kira-kira 20 menit dari Pintu II Grojogan Sewu (lihat peta dibawah). Jalan tersebut sangat menanjak, jika anda berboncengan, saya sarankan salah satu turun ketika sangat menanjak. Selebihnya, jalanan sangat lempeng dan aman dikendarai dengan sepeda motor. Pada peta di bawah, saya mengambil jalan langsung menuju Candi Sukuh dari pintu bawah Grojogan Sewu (via Jl. Tengklik).



Candi Sukuh

Candi Sukuh ditemukan oleh arkeolog pada masa pemerintahan Gubernur Raffles tahun 1815. Usaha pelestarian komplek candi ini dilakukan oleh Dinas Purbakala sejak tahun 1917. Konon, candi ini didirikan pada abad ke 15 masehi semasa dengan pemerintahan Suhita, Ratu Majapahit yang memerintah pada tahun 1429-1446. Candi Sukuh yang terletak di lereng Gunung Lawu, Kabupaten Karanganyar ini mudah (dan sampai saat ini hanya bisa) dicapai dengan kendaraan bermotor baik roda dua maupun roda empat, karena hanya berjarak sekitar 27 km dari pusat kota Karanganyar. Candi Sukuh ini sesungguhnya merupakan candi paling menarik di Jawa. Bukan cuma bangunan-bangunan fisiknya yang mengentalkan hal itu. Namun suasana alam yang berkabut tebal serta hawa dingin menusuk tulang yang selalu tersaji setiap hari, sering kali menebar nuansa mesum.

A post shared by Bagus Tris Atmaja (@bagustris) on


Candi Sukuh mendapatkanya namanya dari Kyai Sukuh, konon yang mendiami candi tersebut. Dari banyak prasasti di candi tersebut terlihat bahwa candi tersebut dibangun pada tahun 1437 Masehi. Pertama, bukti dari gapura utara yaki relief Candrasengkolo: gapuro (9) buto (5) mangan (3) wong (1). Sehingga Candi tersebut dibangun pada tahun 1359 saka atau 1437 M. Di gapura selatan juga teradapat relief candrasengkolo: Gapura buto anahut buntut (gapura raksasa makan ekor ular) yang jika diartikan juga berarti tahun 1359 saka atau 1437 M.

Dalam catatan sejarah, candi ini merupakan candi termuda dalam sejarah pembangunan candi di Bumi Nusantara. Candi ini dibangun pada masa akhir runtuhnya Kerajaan Majapahit. Kompleks situs purbakala Candi Sukuh berada di ketinggian 910 meter diatas permukaan laut. Candi Sukuh ini dulunya digunakan untuk ngruwat [4].

Mirip dengan Kuil Maya
Berbeda dengan kebanyakan candi agama Hindu lainnya, Candi Sukuh tidak menghadap ke arah terbitnya matahari, melainkan menghadap ke arah barat. Selain itu, bentuk bangunannya juga berbeda. Bisa dibilang bahwa bangunan Candi Sukuh sekilas mirip dengan bangunan suku Maya di Amerika Selatan yang lebih mirip dengan piramid terpotong yang dikelilingi oleh monolit dan patung-patung besar. Bentuk bangunan Candi Sukuh lebih menyerupai trapesium dengan tiga teras bertingkat dengan satu anak tangga di bagian tengah sisi depan candi tersebut. Bentuk ini diperkirakan dibuat karena semakin berkurangnya pengaruh agama Hindu, yang menyebabkan pembuat candi kembali menggunakan desain dengan pola animisme. [2]

Linggayoni
Melihat candi ini, saya berpikiran bangsa kita sudah porno sejak dahulu kala. Bagaimana tidak...? Di candi Sukuh, linggayoni (lingga:simbol kelamin laki-laki, yoni:simbol kelamin perempuan) ada di mana-mana, situs lingga yoni tersebut justru dijadikan mainan dan sesembahan oleh para pengunjung, terlihat dari banyaknya uang logam atau bunga yang ditabur, Naudzubillah. Gerbang pertama yang memuat ukiran linggayoni di lantai terpaksa ditutup agar tidak dirusak oleh pengunjung. Lingga dan yoni sampai sekarang masih digunakan masyarakat Jawa untuk menumbuk (padi, kopi, kacang, dll).

Candi Ceto

Candi Ceto merupakan punden berundak (aras) yang awalnya terdiri dari 14 teras namun sekarang yang terlihat menjadi 13 teras. Setelah melalui pemugaran yang dikritik, karena tanpa studi mendalam, oleh Sudjono Humardani, asisten pribadi presiden kedua Indonesia, jumlah aras yang diperbaiki hanya 9 buah saja. Aras pertama setelah gapura masuk (yaitu teras ketiga) merupakan halaman candi. Aras kedua masih berupa halaman. Pada aras ketiga terdapat petilasan Ki Ageng Krincingwesi, leluhur masyarakat Dusun Ceto.



Sebelum memasuki aras kelima (teras ketujuh), pada dinding kanan gapura terdapat inskripsi (tulisan pada batu) dengan aksara Jawa Kuno berbahasa Jawa Kuno berbunyi pelling padamel irikang buku tirtasunya hawakira ya hilang saka kalanya wiku goh anaut iku 1397[1]. Tulisan ini ditafsirkan sebagai fungsi candi untuk menyucikan diri (ruwat) dan penyebutan tahun pembuatan gapura, yaitu 1397 Saka atau 1475 Masehi. Di teras ketujuh terdapat sebuah tataan batu mendatar di permukaan tanah yang menggambarkan kura-kura raksasa, surya Majapahit (diduga sebagai lambang Majapahit), dan simbol phallus (penis, alat kelamin laki-laki) sepanjang 2 meter dilengkapi dengan hiasan tindik (piercing) bertipe ampallang. Kura-kura adalah lambang penciptaan alam semesta sedangkan penis merupakan simbol penciptaan manusia. Terdapat penggambaran hewan-hewan lain, seperti mimi, katak, dan ketam. Simbol-simbol hewan yang ada, dapat dibaca sebagai suryasengkala berangka tahun 1373 Saka, atau 1451 era modern. Dapat ditafsirkan bahwa kompleks candi ini dibangun bertahap atau melalui beberapa kali renovasi.

Candi Ceto ini juga dijadikan tempat pemujaan dan juga ruwatan, bahkan sampai sekarang.

A post shared by Bagus Tris Atmaja (@bagustris) on

Lebih Tua dari Peradaban Maya dan Inca

Meskipun telah dijelaskan sebelumnya bahwa Candi Sukuh dan Candi Ceto merupakan peninggalan Majapahit, namun ada yang mengemukakan bahwa kedua candi ini sudah berdiri jauh sebelum kerjaan Majapahit berdiri. Dari IG (instagram) magetanbanget dilaporkan sebagai berikut,
Dipercaya sebagai pegunungan purba, Gunung Lawu memikat para peneliti lokal dan mancanegara. Mereka sangat penasaran dengan berbagai misteri yang mengelingi gunung ini. Seperti misteri adanya dua candi purba. Material batu, bentuk candi dan reliefnya masih menjadi spekulasi bagi para ilmuwan. Candi Cetho dan Candi Sukuh itu dikabarkan tidak dibangun pada era pemerintahan Raja Brawijaya.
Misteri Gunung Lawu itupun terkuat, jauh sebelum adanya kerajaan Majapahit, kedua candi tersebut sudah berdiri. Saat ditemukan oleh Prabu Brawijaya, baru ditambahkan pahatan lain pada candi-candi tersebut. Relief candinya sangat sederhana. Sangat berbeda pada candi pada era Majapahit, yang sangat rapi dan detail. Utusan peneliti Suku Maya dari Amerika Latin yang datang pada 1982 silam, mengatakan kalau usia candi tersebut merupakan yang tertua dari seluruh candi yang ada di dunia. Bentuk candi di Lawu ini memang mirip dengan candi di peradaban Inca. Sampel batu dan lumut menjadi objek penelitian. Kesimpulannya, usia Candi Sukuh jauh lebih tua daripada candi kepunyaan Suku Maya.
Wallaua'lam.

Sumber:
  1. Wikipedia, Candi Sukuh
  2. Wikipedia, Candi Ceto
  3. http://www.triptrus.com/news/misteri-candi-sukuh
  4. http://www.anehdidunia.com/2014/02/uji-keperawanan-di-candi-sukuh-gunung.html 
  5. Instagram.com/magetanbanget
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...