Memasuki
bulan desember, beberapa perusahaan di Jepang sudah memulai pesta
akhir tahun. Bonenkai, yang sudah menjadi tradisi baik di perusahaan
swasta, pemerintah maupun kalangan akademisi menjadi agenda wajib
tahunan untuk saling merefresh suasana kerja, khususnya antara atasan
dan bawahan, guru dan murid atau si bos dengan pegawainya.
Hampir
setahun ini saya telah bekerja di perusahaan Jepang, dan kemarin saya
baru mengikuti tradisi bonenkai di perusahaan saya. Tahun lalu pun
sebenarnya saya berkesempatan mengikuti bonenkai di kampus, namun
karena kantong mahasiswa yang pas-pasan, saya memilih tidak ikut dan
menyendiri di apato sambil mengerjakan tesis.
Tahun ini
perusahaan saya memilih lokasi bonenkai di Pulau Awaji atau dalam
bahasa Jepangnya dikenal dengan awajishima. Berangkat dari kantor
pukul 08.00 waktu Jepang, perjalanan berlangsung selama kurang lebih
5 jam dari propinsi Mie dengan istirahat tiap satu jam di service
area selama lima belas menit. Service area merupakan area parkir bis
dan kendaraan pribadi di mana penumpang bisa ke toilet, makan dan
minum, serta membeli oleh-oleh di tempat tersebut.
Sebelum
menuju tempat bonenkai, rombongan kami terlebih dahulu mampir ke
pabrik sake di Kobe. Di sana dijelaskan sejarah pembuatan minuman sake
dari zaman tradisional hingga era modern saat ini. Bangsa Jepang
telah memiliki budaya terstruktur dan sistematis meskipun saat itu
masih menggunakan alat-alat tradisional dari kayu, kulit, tulang dan
logam-logam kuno. Peralatan itu pun masih tersimpan dan
terdokumentasikan dengan rapi, sehingga siapa saja yang berkunjung ke
tempat tersebut bisa melihat evolusi proses pembuatan sake dari masa
ke masa.
Tiba di
tempat bonenkai, yang merupakan hotel di tepi pantai Awaji, kami
disambut dengan meriah. Saya kebagian kamar dengan sacho (presiden
direktur), ketua grup logistik di perusahaan kami, dan seorang
penanggung jawab pekerja asing di perusahaan kami. Bedanya perusahaan
di Jepang, atasan sangat akrab dengan pegawai tanpa mengurangi
keseganan pegawai terhadap atasannya. Sebagai contoh, malam itu saya
tidur di kasur sedangkan si bos tidur dengan futon di lantai tatami.
Di lain kesempatan si bos juga tidak malu untuk menjadi tukang parkir
di acara yang mana perusahaan kami menjadi sponsor acara tersebut.
Acara
bonenkai dibuka dengan mandi bersama khas Jepang yang disebut onsen.
Biasanya, mereka mandi bersama dengan air panas dalam kolam besar dan
bercengkerama satu sama lain. Saya memilih tidak ikut acara ini dan
mandi sendiri saja di kamar. Setelah itu tepat pukul 18.00 acara
makan-makan dimulai, dibuka dengan makanan ikan serta sayuran. Salah
seorang teman saya yang bertindak menjadi MC membuka acara, dan
mengucapkan terima kasih atas partisipasi kami. Kemudian kami pun
mulai menyantap makan malam di acara bonenkai tahun ini. Sebagian
besar dari kami memakai kimono yang disediakan pihak hotel pada acara
tersebut.
Sacho
kemudian memberikan pidato sambutan dan menu makanan selanjutnya pun
di hidangkan. Kali ini makanan berkuah sebangsa sup menjadi santapan
kami, masih disertai menu ikan dan sedikit daging serta sayuran. Pada
acara seperti bonenkai seperti ini, minuman beralkohol dan sake
menjadi menu wajib dan anda bisa menolaknya secara halus jika anda
tidak minum. Beberapa orang teman, termasuk pelayan hotel beberapa
kali hendak menuangkan sake dan bir ke dalam gelas saya, namun saya
menolaknya. Saya memilih teh dan cola, dan mereka cukup mengerti
dengan hal ini. Jika tidak makan daging Jepang, seperti hal-nya saya,
anda dapat memberikannya ke teman anda. Dan mereka akan dengan senang
hati menerimanya.
Di sela-sela
acara makan-makan, panitia bonenkai mengadakan permainan tebak kata.
Semua peserta dibagi dalam beberapa grup dan tiap grup diminta untuk
menebak kata yang merepresentasikan dengan gerakan salah satu anggota
grup itu. Jadi misalnya dalam satu grup ada lima orang, seorang
bertindak untuk melakukan tindakan yang merepresentasikan kata yang
diberikan panitia, dan keempat anggota lainnya berusaha menebak kata
itu. Tidak ada yang kalah dalam permainan ini, semuanya, tiap peserta
mendapat hadiah sesuai peringkat grup-nya.
Kemudian,
acara bersifat semi informal. Tiap-tiap orang berkumpul dan
berbincang-bincang. Biasanya, kami mengucapkan terima kasih pada
sacho, dan sacho serta para atasan lainnya juga mengucapkan terima
kasih atas kerja kita selama setahun ini. Sementara itu, panitia
bonenkai, me-request beberapa orang maju ke depan untuk berkaraoke,
acara semakin meriah dan nampak kehangatan sesama pegawai perusahaan.
Selama
kurang lebih dua jam acara makan-makan berlangsung. Pihak hotel malam
itu pun mengundang kami untuk menyaksikan tari khas Jepang, awa
odori, setelah acara makan malam bonenkai. Tari awa odori merupakan
tari khas Jepang yang dibawakan oleh anak-anak dan remaja dengan
membawa kipas serta diiringi tabuhan seperti drum dan rebana Jepang.
Tari ini terlihat lucu dan meriah, dan di akhir acara para penonton
diajak menari bersama setelah sebelumnya diberi contoh dan latihan
sebentar.
Service Area di Iwajishima |
Esoknya,
sebelum balik kami sempat singgah ke Pulau Shikoku, pulau terbesar ke
empat di Jepang. Sebagai catatan, semua pulau-pulau besar di Jepang
sudah terhubung dengan jembatan atau tunnel. Jadi antara pulau utama
Honshu, Awaji dan Shikoku bisa ditempuh dengan bus. Namun, justru di
Pulau Shikoku ini kami turun dari bus untuk mencoba naik perahu dan
merasakan sensasi-nya di awal musim dingin dengan hujan salju dan
ombak yang bergelombang.
Tidak lupa juga, saya sempat merekam tari Awa Odori yang ditampilkan di penginapan (Sun Plaza) Awaji shima, malam hari sebelumnya. Berikut video rekamannya.
Tidak lupa juga, saya sempat merekam tari Awa Odori yang ditampilkan di penginapan (Sun Plaza) Awaji shima, malam hari sebelumnya. Berikut video rekamannya.