Sunday, December 30, 2012

Bounenkai: Tradisi Akhir Tahun Masyarakat Jepang

Memasuki bulan desember, beberapa perusahaan di Jepang sudah memulai pesta akhir tahun. Bonenkai, yang sudah menjadi tradisi baik di perusahaan swasta, pemerintah maupun kalangan akademisi menjadi agenda wajib tahunan untuk saling merefresh suasana kerja, khususnya antara atasan dan bawahan, guru dan murid atau si bos dengan pegawainya.

Hampir setahun ini saya telah bekerja di perusahaan Jepang, dan kemarin saya baru mengikuti tradisi bonenkai di perusahaan saya. Tahun lalu pun sebenarnya saya berkesempatan mengikuti bonenkai di kampus, namun karena kantong mahasiswa yang pas-pasan, saya memilih tidak ikut dan menyendiri di apato sambil mengerjakan tesis.

Tahun ini perusahaan saya memilih lokasi bonenkai di Pulau Awaji atau dalam bahasa Jepangnya dikenal dengan awajishima. Berangkat dari kantor pukul 08.00 waktu Jepang, perjalanan berlangsung selama kurang lebih 5 jam dari propinsi Mie dengan istirahat tiap satu jam di service area selama lima belas menit. Service area merupakan area parkir bis dan kendaraan pribadi di mana penumpang bisa ke toilet, makan dan minum, serta membeli oleh-oleh di tempat tersebut.
Bersama Sacho dan Penari Awa Odori

Sebelum menuju tempat bonenkai, rombongan kami terlebih dahulu mampir ke pabrik sake di Kobe. Di sana dijelaskan sejarah pembuatan minuman sake dari zaman tradisional hingga era modern saat ini. Bangsa Jepang telah memiliki budaya terstruktur dan sistematis meskipun saat itu masih menggunakan alat-alat tradisional dari kayu, kulit, tulang dan logam-logam kuno. Peralatan itu pun masih tersimpan dan terdokumentasikan dengan rapi, sehingga siapa saja yang berkunjung ke tempat tersebut bisa melihat evolusi proses pembuatan sake dari masa ke masa.

Tiba di tempat bonenkai, yang merupakan hotel di tepi pantai Awaji, kami disambut dengan meriah. Saya kebagian kamar dengan sacho (presiden direktur), ketua grup logistik di perusahaan kami, dan seorang penanggung jawab pekerja asing di perusahaan kami. Bedanya perusahaan di Jepang, atasan sangat akrab dengan pegawai tanpa mengurangi keseganan pegawai terhadap atasannya. Sebagai contoh, malam itu saya tidur di kasur sedangkan si bos tidur dengan futon di lantai tatami. Di lain kesempatan si bos juga tidak malu untuk menjadi tukang parkir di acara yang mana perusahaan kami menjadi sponsor acara tersebut.

Acara bonenkai dibuka dengan mandi bersama khas Jepang yang disebut onsen. Biasanya, mereka mandi bersama dengan air panas dalam kolam besar dan bercengkerama satu sama lain. Saya memilih tidak ikut acara ini dan mandi sendiri saja di kamar. Setelah itu tepat pukul 18.00 acara makan-makan dimulai, dibuka dengan makanan ikan serta sayuran. Salah seorang teman saya yang bertindak menjadi MC membuka acara, dan mengucapkan terima kasih atas partisipasi kami. Kemudian kami pun mulai menyantap makan malam di acara bonenkai tahun ini. Sebagian besar dari kami memakai kimono yang disediakan pihak hotel pada acara tersebut.

Sacho kemudian memberikan pidato sambutan dan menu makanan selanjutnya pun di hidangkan. Kali ini makanan berkuah sebangsa sup menjadi santapan kami, masih disertai menu ikan dan sedikit daging serta sayuran. Pada acara seperti bonenkai seperti ini, minuman beralkohol dan sake menjadi menu wajib dan anda bisa menolaknya secara halus jika anda tidak minum. Beberapa orang teman, termasuk pelayan hotel beberapa kali hendak menuangkan sake dan bir ke dalam gelas saya, namun saya menolaknya. Saya memilih teh dan cola, dan mereka cukup mengerti dengan hal ini. Jika tidak makan daging Jepang, seperti hal-nya saya, anda dapat memberikannya ke teman anda. Dan mereka akan dengan senang hati menerimanya.
Di sela-sela acara makan-makan, panitia bonenkai mengadakan permainan tebak kata. Semua peserta dibagi dalam beberapa grup dan tiap grup diminta untuk menebak kata yang merepresentasikan dengan gerakan salah satu anggota grup itu. Jadi misalnya dalam satu grup ada lima orang, seorang bertindak untuk melakukan tindakan yang merepresentasikan kata yang diberikan panitia, dan keempat anggota lainnya berusaha menebak kata itu. Tidak ada yang kalah dalam permainan ini, semuanya, tiap peserta mendapat hadiah sesuai peringkat grup-nya.

Kemudian, acara bersifat semi informal. Tiap-tiap orang berkumpul dan berbincang-bincang. Biasanya, kami mengucapkan terima kasih pada sacho, dan sacho serta para atasan lainnya juga mengucapkan terima kasih atas kerja kita selama setahun ini. Sementara itu, panitia bonenkai, me-request beberapa orang maju ke depan untuk berkaraoke, acara semakin meriah dan nampak kehangatan sesama pegawai perusahaan.

Selama kurang lebih dua jam acara makan-makan berlangsung. Pihak hotel malam itu pun mengundang kami untuk menyaksikan tari khas Jepang, awa odori, setelah acara makan malam bonenkai. Tari awa odori merupakan tari khas Jepang yang dibawakan oleh anak-anak dan remaja dengan membawa kipas serta diiringi tabuhan seperti drum dan rebana Jepang. Tari ini terlihat lucu dan meriah, dan di akhir acara para penonton diajak menari bersama setelah sebelumnya diberi contoh dan latihan sebentar.

Service Area di Iwajishima
Jembatan Penghubung Pulau Shikoku

Esoknya, sebelum balik kami sempat singgah ke Pulau Shikoku, pulau terbesar ke empat di Jepang. Sebagai catatan, semua pulau-pulau besar di Jepang sudah terhubung dengan jembatan atau tunnel. Jadi antara pulau utama Honshu, Awaji dan Shikoku bisa ditempuh dengan bus. Namun, justru di Pulau Shikoku ini kami turun dari bus untuk mencoba naik perahu dan merasakan sensasi-nya di awal musim dingin dengan hujan salju dan ombak yang bergelombang.

Tidak lupa juga, saya sempat merekam tari Awa Odori yang ditampilkan di penginapan (Sun Plaza) Awaji shima, malam hari sebelumnya. Berikut video rekamannya.


Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...