Tuesday, May 19, 2015

Becasuse it's there: Catatan Perjalanan Latimojong

Orang yang bersusah payah mendaki gunung pasti memiliki tujuan tertentu. Ada yang ingin melihat pemandangan yang indah dan udara bersih; ada yang ingin mendapatkan suasana yang tenang, sunyi, dan temaram; ada yang ingin mencari penghasilan tambahan atau justru mendaki adalah penghasilan utamanya seperti para porter; ada yang berambisi menaklukkan sebanyak mungkin puncak gunung sebelum dia mencapai check point tertentu seperti menikah, kerja, atau usia tua; namun ada juga yang tujuannya sederhana saja, seperti kata-kata George Mallory: “Because It’s There”.

Di perjalanan menuju Latimojong

Setelah sedikit merenung, sepertinya saya termasuk yang terakhir.

Kalau mencari ketenangan, ngapain jauh-jauh mendaki gunung. Camping kemana aja bisa. Kalau mencari pemandangan indah, ke Argopuro atau Rinjani aja. Lengkap alamnya. Kalau bertujuan mendaki seven summits, harusnya Rinjani dulu (hingga tulisan ini diunggah, saya belum pernah ke Rinjani). Lebih rame, lebih mudah aksesnya, dan banyak temennya. Jadi, mengapa saya memilih mendaki Latimojong yang nun jauh di Sulawesi sana? Entahlah. Mungkin bener kata Mallory. Because It’s There.

Singkat saja, saya ikut salah satu open trip dari internet. Tinggal bayar, diantara-jemput di Bandara, dibawakan tenda serta sleeping bag, dan makan—termasuk selama pendakian—semua udah beres. Tinggal beli tiket PP SUB-UPG saja.

Day 0: 29 April 2015. Surabaya-Makassar-Enrekang

Bangun pagi buta sebelum subuh ngejar flight pertama ke Makassar dari terminal 2 Juanda. Alhamdulillah, perjalanan dengan pesawat baru-nya Garuda, CRJ 1000 Bombardier, lancar jaya.

Saya berangkat bareng peserta lain juga dari Gresik, namanya Utut. Kami sudah pernah mendaki bareng di Kerinci dalam open trip yang sama. Sampai di Bandara Hasanuddin—yang mana ini adalah kali pertama saya menginjakkan kaki ke Bumi Sulawesi—, kami menunggu sampai jam 11 lebih baru dijemput guide kami yang orang asli Makassar. Kami juga berkenalan dengan peserta lain, total peserta 5 orang. Guide kami dari Makassar ada 2 orang, namanya Ahsan dan Zul. Peserta lainnya, ada Lovi dari Balikpapan, Toni dari Sidoarjo, dan Aris dari Bogor. Ternyata Utut sudah saling mengenal dengan Aris, mereka pernah ketemu saat mendaki Rinjani tahun lalu. Perjalanan sekitar 9 jam sudah termasuk istirahat 3 kali untuk sholat dan ngopi. Sampai di Kecamatan Baraka, Kabupaten Enrekang, pukul 20.00. Kami menginap di rumahnya pak Dadang, salah satu petinggi pecinta alam di Baraka. Beliau juga guru dan kepala sekolah di sana.

Day 1: 30 April 2015. Baraka – Karangan – Pos 2

Tujuan selanjutnya adalah dusun terakhir sebelum jalur pendakian, yaitu dusun Karangan. Untuk menuju ke Karangan kami harus naik kendaraan khusus, Toyota Land Rover atau biasa disebut Hardtop.

Pos 2, Camp without tent
 Setelah packing ulang dan memasukkan barang ke kendaraan dengan dibantu porter, kami menuju Polsek untuk mengurus surat izin. Yang mengurus adalah mas Ahsan, kepala guide kami. Setelah itu, pukul 08.45 kami berangkat dengan ceria menuju Karangan.

Jalur yang ditempuh awalnya masih bersahabat, namun lama kelamaan semakin ekstrim. Kami harus melewati jalur sempit di pinggir jurang dengan medan tanah liat. Sesekali kami melewati sungai kecil. Bener-bener sensasi petualangannya kerasa. Ngeri bercampur takjub karena sepanjang perjalanan disuguhi pemandangan yang menakjubkan dari atas tebing. Belum lagi ketika mobil harus berpapasan dengan mobil lain dari arah berlawanan. Salah satu harus mundur mencari jalur yang lebar agar semua bisa lewat dengan aman. Oleh karena itu, untuk menuju Karangan, sopir mutlak harus menguasai jalan dan jalur.


Pukul 11.40 kami sampai di Dusun Karangan. Kami singgah sebentar di rumah pak kepala dusun, yang biasa menjadi basecamp setiap pendaki yang hendak menuju Latimojong. Setelah makan siang dan sholat, kami semua memulai pendakian pada pukul 13.15.

Basecamp Karangan - Pos 1

Trek awal masih sekitar perkebunan kopi dan markisa. Di sini ada beberapa percabangan, jadi harus waspada.

Sampai di pos 1 pukul 14.30, karena kami sempat berhenti mengambil air dari sumber. Pos 1 berupa pohon besar yang berdiri sendirian. Dari sini kita dapat melihat pemandangan perkebunan yang indah. Sebelum pos 1 ada semacam gubuk tempat peristirahatan petani.

Pos 1 - Pos 2

Setelah pos 1 kami langsung dihantam jalur menanjak yang cukup melelahkan, sebelum akhirnya mulai memasuki hutan.


Masuk hutan jalur mulai bervariasi, naik dan turun. Kami juga melipir melewati pinggiran tebing dengan sisi kiri jurang. Sesekali kami harus bergelayut di akar pohon besar atau batang pohon yang merambat. Setelah beberapa saat berjalan, kami mulai mendengar suara air mengalir deras. Jalur juga mulai menurun, menuju sungai tempat suara air berasal.

Memulai pendakian Latimojong
Untuk menuju pos 2 kami harus berhati-hati menyeberangi jembatan yang terbuat dari 3 batang kayu, dimana di bawahnya mengalir air terjun kecil dan sungai yang deras. Pukul 16.15 kami sampai di pos 2.

Pos 2 terletak di bawah gua besar dengan pemandangan sungai dengan aliran air yang deras di depan tempat istirahat kami. Di sini kami tidak mendirikan tenda karena lokasi sudah aman dari angin dan hujan, serta menurut mas Ahsan, kalo mendirikan tenda, ada risiko bila satu orang tidak sadar mendorong tenda ke jurang, yang lain dalam tenda tersebut juga bisa terdorong jatuh.

Sempat terbersit kekhawatiran dalam benak saya, apa nggak dingin dan kena hujan kalo nggak pake tenda. Eh, sebentar saja setelah kami menggelar footprint dan matras, hujan turun agak deras dan ternyata kami semua tetap aman. Angin berhembus sepoi-sepoi namun tidak terlalu terasa dingin, karena lokasi pos ini berada di dalam lembah, terlindungi tebing. Kami semua tidur dengan ditemani suara gemercik air sungai yang mengalir deras dari depan gua pos 2 tempat kami beristirahat.

Day 2: 01 Mei 2015. Pos 2 – Pos 3

Pagi hari kami bangun dan sarapan, lalu bersiap melanjutkan perjalanan. Menuju pos 3 kami langsung bertemu jalur yang super menanjak, sampai 75 derajat, atau bahkan hampir vertikal.
Pos 3

Setelahnya kami bertemu jalur melipir pinggir tebing dan lagi-lagi bergelayut di batang dan akar pohon. Sama sekali tidak ada bonus dan cukup menjadi shock terapi bagi kami. Memang benar, track ini adalah salah satu yang terberat, walaupun hanya sepanjang 600 m menurut papan yang tertempel. Pukul 09.07 kami sampai di pos 3. Setelah beristirahat sejenak meluruskan kaki, kami-pun melanjutkan perjalanan.

Jalur menuju pos 4 masih didominasi tanjakan namun tidak seekstrim jalur pos 2 ke pos 3. Kami sudah mulai beradaptasi dengan jalur yang menanjak, sehingga, jalur ini cukup cepat dilalui walaupun lebih panjang dari jalur pos 2 ke pos 3. Pukul 09.53 kami sampai di pos 4. Di sini kami beristirahat sejenak lalu langsung lanjut ke pos 5.

Pos 4 – Pos 5

Jalur ini menanjak cukup panjang, dengan sesekali ada bonus jalan datar. Di jalur ini kami mulai menemui lumut yang menyelimuti pepohonan.

Pos 4
Sampai di pos 5 kami beristirahat agak lama untuk makan siang. Salah satu tim porter, mas Sya’ban, mengambil air yang sumbernya berjarak 150 m dari pos 5.
Mas Ahsan dkk menyiapkan menu yang sangat lezat, yaitu nasi, tongkol goreng, dan sambel. Kami—yang sebelumnya kecapekan dihantam jalur yang menanjak dan panjang—langsung makan dengan lahap dan riang. Dengan sepenuh tenaga, kami-pun siap melalui perjalanan menuju checkpoint selanjutnya.

Pos 5 – Pos 6

Jalur ini masih termasuk jalur yang bersahabat. Jalurnya menanjak dengan disertai banyak bonus. Pukul 13.25 kami sampai di Pos 6.

Pos 5

Pos 6 – Pos 7 – Pos Telaga

Karena hujan gerimis, kami tidak terlalu lama istirahat di pos 6 dan langsung saja melanjutkan perjalanan. Perjalanan dari pos 6 juga masuk salah satu yang berat selain pos 2 ke pos 3. Jalur ini berupa tanjakan yang seakan tiada henti. Setelah dari pos 6 kita akan masuk hutan yang lama kelamaan jadi berupa hutan lumut. Di sekitar hutan lumut kami beristirahat sejenak sambil foto-foto, karena hutan lumut di sini sangat bagus dan berbeda dengan hutan lumut yang pernah saya lihat sebelumnya. Hutan lumutnya berupa tumbuhan yang diselimuti lumut sampai atas, bahkan alas tempat kami berpijak juga diselimuti banyak lumut. Suasana jadi temaram dan mellow.

Pos 6 Pendakian Latimojong
Setelah puas istirahat dan foto-foto, kami melanjutkan perjalanan yang masih panjang. Lama kelamaan hutan lumut menghilang dan langit mulai kelihatan. Pemandangan pegunungan Latimojong di sekitar jalur juga sudah mulai terlihat cerah walaupun masih sedikit tertutup mendung. Namun ternyata jalur yang sudah mulai terlihat ini masih panjang. Jalan masih terus menanjak.

Hutan Lumut
Pukul 15.25 kami sampai di pos 7. Pos ini berupa tanah perkemahan di lembah kecil, sehingga masih ada risiko terkena badai. Sumber berada tidak jauh dari sana, berupa aliran sungai kecil. Karena pertimbangan risiko badai, kami memilih melanjutkan perjalanan sebentar menuju Pos Telaga.

Pos 7 Pendakian Latimojong
Perjalanan menuju pos telaga awal berupa tanjakan yang cukup curam. Selanjutnya kami bertemu 2 tiang yang menjulang dan ada bekas bangunan yang tinggal puingnya saja. Kata Sya’ban, porter kami, itu adalah bekas radar dari Belanda.

Pukul 15.50 kami sampai di pos telaga yang luas. Kami mengambil tempat ngecamp di dekat tebing kecil, sehingga terlindung dari angin. Di pos ini terdapat kubangan air yang cukup luas, namun belum cukup luas untuk disebut danau atau telaga. Air di telaga ini terlihat bersih dan tidak mudah keruh walaupun tidak terlalu dalam. Dari sini juga terlihat matahari sunset yang indah dari arah barat yang memantul ke telaga.

Sempat terpikir untuk jalan sebentar ke puncak untuk melihat sunset, namun apa daya kaki sudah minta istirahat. Sementara Toni dan Sya’ban memutuskan untuk mengintip sunset di puncak Rantemario. Kami yang di camp memilih untuk beristirahat menyiapkan diri untuk summit attack besok.

Pos Telang, tempat camp sebelum summit

Day 3: 02 Mei 2015. Summit Attack Rantemario

Jam 4 pagi kami semua sudah bangun dan bersiap untuk summit attack. Setelah berdoa sama-sama, pukul 04.30 kami memulai perjalanan menuju puncak. Perjalanan summit berupa jalan yang naik turun perbukitan dengan trek berupa tanah dan batu. Sesekali masih ada pohon kecil dan semak-semak di sekitar jalur. Pukul 05.15 kami sampai di puncak.

Rantemario, Puncak Latimojong

Pemandangan di Puncak, Subhanallah

Panorama view, Puncak Rantemario Latimojong
Kami semua berbahagia bisa menapakkan kaki di titik tertinggi Sulawesi. Ada yang berteriak, merenung, berfoto, dan bersujud. Di tengah puncak Rantemario terdapat tugu yang menandakan bahwa lokasi tersebut adalah titik tertinggi di Sulawesi. Pemandangan di sekitar puncak terlihat sangat indah. Mega merah matahari sudah mulai terlihat dari kejauhan, walaupun awan mendung sedikit menutupi.

Pegunungan Latimojong juga terlihat sangat indah diterpa sinar mentari yang mulai menyinari. Kami semua bersyukur bisa menikmati keindahan ciptaan-Nya.

Perjalanan Turun

Pukul 09.45 kami sudah siap kembali turun menuju peradaban. Perjalanan cukup lancar dan tidak ada kendala yang berarti, kecuali hujan yang turun mulai dari jalur pos 7 ke pos 6 sampai pos 4. Selebihnya, alhamdulillah lancar. Kami sempat istirahat agak lama di pos 2.
Sore hari, tepat jam 15.45 waktu setempat, kami sampai di Dusun Karangan.
Setelah ishoma sejenak, kami melanjutkan perjalanan dengan hardtop menuju Baraka pukul 17.00. Perjalanan agak mendebarkan karena hujan dan menjelang gelap. Alhamdulillah kami sampai di Baraka dengan selamat pada pukul 20.00.
Saya, Aris, dan Uut melanjutkan perjalanan ke Toraja malam itu pukul 22.00. Sedangkan teman-teman yang lain tetap ikut sesuai jadwal yang ditentukan koordinator open trip kami.

Rincian Biaya

Paket Tur Daladventure.com (antar jemput bandara; makan sebelum, selama, dan sesudah pendakian, tenda, dan sleeping bag) : 2.195.000
Tiket SUB UPG Garuda : 710.000
Tiket UPG SUB Citilink : 600.000
Cemilan dan logistik : 150.000
TOTAL kurang lebih : 3.655.000



Saran dan Tips

1. Bila ada teman atau koneksi lokal serta memiliki spare waktu yang banyak, kita bisa mendaki Latimojong secara backpacking tanpa ikut open trip. Biaya yang dibutuhkan juga lebih sedikit. Sejauh pengalaman saya, orang-orang sekitar Baraka dan Enrekang juga ramah dan helpful.
2. Angkutan umum ke Baraka ada bis Makassar - Enrekang lalu oper angkot, ada juga travel. Menurut warga Baraka, bila naik travel, perjalanan dari Makassar pagi sampai Baraka bisa Subuh.
3. Sinyal paling baik di selama di sekitar Baraka sampai jalur pendakian adalah Telkomsel. Yang lain susah, bahkan tidak ada.
4. ATM paling banyak di sekitar Enrekang dan Toraja adalah BNI dan BRI. BCA di Enrekang, Baraka, dan Toraja sama sekali tidak ada. Mandiri di Enrekang kata warga ada, tapi saya tidak melihat penampakannya selama perjalanan.
4. Tidak ada syarat khusus untuk pendaftaran pendakian ke Latimojong. Cukup fotokopi KTP dan lapor ke polsek setempat.
5. Sumber air melimpah ruah selama pendakian. Disarankan pake water bladder karena jalur yang berat sering memaksa kita pakai tangan ketika mendaki, sehingga kalau mau minum tidak perlu repot.
6. Cuaca di sana tidak menentu, selalu pastikan kita bawa raincoat yang tidak mengganggu pergerakan selama pendakian. Rain jacket dengan celana waterproof lebih disarankan.
7. Sarung tangan dan Gaiter sebaiknya pake. Selain karena sering ada duri di jalan, juga menghindarkan kita dari pacet.
8. Saran apabila berasal dari pulau luar Sulawesi dan ingin mendaki Latimojong, sekalian aja main ke Tana Toraja. Di sana banyak obyek wisata yang menarik, baik alam maupun budaya. Sensasinya sama asiknya ketika saya mendaki Kerinci, lalu lanjut ke Bukit Tinggi. Suasananya terasa sangat beda dengan kota-kota di pulau Jawa.

Selamat ngetrip



Story and picture by: Shofwanology
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...