Monday, December 26, 2016

WhatsApp (WA) = Pemborosan waktu ....?

Saya tidak punya WA, dan hampir tidak pernah menggunakannya (meminjam WA istri atau install-kemudian-uninstall ketika butuh). Prinsip yang mirip sama ketika saya memutuskan untuk memiliki smartphone: I don't like smartphone, but I use it when I need. Why? karena menurut saya, sekali lagi menurut saya, WA itu time consuming, menyita waktu. Bayangkan kalau dalam 10 menit kita membaca WA semenit, dalam sejam maka kita habiskan 6 menit, dalam sehari kita habiskan 144 menit atau 2 jam 14 menit. Orang lain mungkin menghabiskan 5 jam ng-wa daripada melakukan aktivitas lain. Bahkan menurut Quora di Tahun 2016 [*], pengguna WA rata-rata menghabiskan 44% dari total waktu sehari untuk menggunakan WA atau 10.6 jam! Jika waktu ng-wa itu kita gunakan untuk aktivitas bermanfaat lain, betapa produktifnya hidup kita!

WA versi web

Ada teman bahkan berkelakar, setiap ada rapat baru ada grup WA baru. setiap ada pembentukan task force baru, ada grup WA baru. setiap ada perkumpulan/kepanitiaan baru, ada grup WA baru. Sebenarnya tidak masalah jika isi grup WA informatif dan sesuai dengan keperluan grup WA tsb, namun kebanyakan justru sebaliknya. Jika memang demikian, buatlah grup yang hanya untuk bercanda saja, yang dibutuhkan sebagai pengisi waktu luang ketika menunggu sesuatu, sebuah time killer.

Meski begitu saya kadang menginstall wa, walaupun saya memboikot WA. Karena terpaksa, karena sebagian hanya bisa dihubungi dengan lebih responsif melalui WA. Jika butuh saya install, selesai saya uninstall. Therefore, I encourage you to use the alternatives: email, sms, call, hangout, line or telegram. Line dan telegram menurut saya lebih manusiawi karena versi dekstopnya powerful. Dengan mengunakan alternatif lain, kita bisa lebih produktif memanfaatkan waktu. For me: Less WA, more productive (Again, it may works for me only).

Keharusan
Disuatu instansi, misalnya Kemenkes, hanya WA yang bisa digunakan untuk menghubungi kontak yang tersedia untuk PeduliLindungi, itupun nomornya (+62) harus sudah terdaftar. Bagaimana dengan institusi yang melarang penggunaan WA (seperti insitusi saya saat ini, 2022)? Saya pernah mendengar sendiri seorang rekan kerja yang memarahi rekan kerjanya yang lain karena tidak memiliki WA. Aplikasi apapun seharusnya tidak menjadi keharusan.

Debat Kusir 
Hal yang paling menyakitkan selain pemborosan waktu dalam penggunaan WA adalah debat kusir. Tak jarang, forum group digunakan untuk debat yang tiada habisnya. Padahal Rasulullah pernah marah ketika ada sahabat mengadu Al-Quran dengan hadist. Perbedaan itu wajar, bukan untuk diperdebatkan. Imam madzab, (Imam Syafii, Hambali, Hanafi dan Maliki) kesemuanya berbeda pendapat dalam banyak hal, namun mereka tidak pernah berdebat kusir. Jika anda berbeda pendapat dengan teman anda, anda tidak perlu mendebatnya. Kata orang jawa: Sing waras ngalah. (Di daerah Jawa tengah/Solo, "waras" berarti tidak edan/gila, di daerah lain "waras" berarti sembuh/tidak sakit).

Memaksa update

Salah satu kebijakan WA adalah pemaksaan update. Prinsip ini nampaknya adil (untuk WA). Begini, kalau kamu pakai aplikasiku, kamu harus ikut aturanku. Dan salah satu aturan WA adalah kewajiban update setahun sekali. Jika tidak, kita tidak bisa menggunakan WA. Ini salah satu bentuk pemaksaan yang lain. Bagaimana dengan mereka yang hardware smartphone-nya rendah dan akan membuat smartphone berat ketika mengupdate WA?

Tidak Etis untuk Kerja

Memakai WA untuk urusan kerja sangat tidak etis dan tidak menghormati rekan kerja. WA itu alat personal, bukan alat kerja. Kita bisa kontak teman via WA, tapi tidak untuk urusan kerja (resmi/formal). Kecuali yang mempekerjakan kita memberi fasilitas smarthone, pulsa, dan aplikasi WA di dalamnya. Ini tidak masalah. Namun faktanya tidak demikian. Tidak selayaknya WA dibuat dan sangat tidak patut dipakai untuk urusan kerja.

The last, saya tidak mengatakan WA=time wasting, tapi time consuming. Meski terkadang, pada level tertentu, WA benar-benar sampah. Namun bila digunakan sewajarnya, yakni bila digunakan seperlunya saja tanpa men-share berita dan info tidak jelas, mungkin bisa lebih bermanfaat. Hal yang sama berlaku untuk facebook. Waktu itu ibarat pedang, jangan habiskan waktu anda membaca tulisan ini saja tanpa manfaat dan aksi nyata, lakukan hal positif lainnya. Vivat!


Penutup (aka Kesimpulan)

Tulisan ini merupakan opini, atau pendapat pribadi saya. Tidak ada benar atau salah disini. Saya hanya beropini (dengan beberapa argumen) bahwa WA menghabiskan waktu saja. Bisa saja pendapat saya ini salah, tapi WA akan tetap ada sampai saya mati. Tidak masalah. Namun jika bisa memilih, saya akan memlih berganti pekerjaan dibanding dipaksa menginstall WA. Anda pun seharusnya demikian, tidak memaksa orang lain untuk menggunakan WA (atau FB, dll), hanya untuk berkomunikasi. Konsekuensinya, saya juga tidak bisa memaksa anda untuk tidak menggunakan WA. Sebagai solusinya, cara-cara konvensional seperti email masih menjadi yang terbaik: terekam (recorded), searchable, dan bebas (bisa antar gmail, yahoo, dll).


*) Referensi tidak sempat tercatat, dan nampaknya sudah terhapus dari sumber aslinya (update 2020).
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...