Saturday, November 16, 2019

Menjadi Logis [5]: Prinsip-prinsip Pemikiran Tidak Logis

Ini adalah ringkasan bab terakhir buku "Being Logical". Bab ke-5 ini berisi prinsip-prinsip pemikiran tidak logis. Ringkasan bab sebelumnya bisa dibaca di sini.

Penalaran yang tidak masuk akal (mis-reasoning), disebut kekeliruan (fallacy), dibagi menjadi dua:
  1. Kekeliruan formal: berkaitan dengan bentuk atau struktur dari argumen.
  2. Kekeliruan informal: selain kekeliruan formal.
Beberapa prinsip yang menyebabkan terjadinya kekeliruan logika adalah sebagai berikut.

1. Menolak anteseden
Prinsip yang digunakan seperti ini.
A ==> B
-A,
Maka, -B

Ini adalah kesimpulan yang salah. Contoh:
Jika Bagus berlari, maka Bagus berpindah tempat.
Bagus tidak berlari.
Maka,  Bagus tidak berpindah tempat.

Tentu saja kesimpulan tersebut salah. Bagus bisa berpindah tempat dengan selain berlari, misalnya dengan berjalan.

2. Menyetujui konsekuensi
Prinsipnya seperti ini,

A ==> B
B,
Maka, A.

Ini juga salah. Contohnya.
Jika Bagus berlari, maka Bagus berpindah tempat.
Bagus berpindah tempat.
Maka, Bagus berlari.

Kesimpulan yang salah, karena untuk berpindah tempat tidak harus berlari.

3. Nilai tengah yang tidak terdistribusi
Dalam silogisme, kesimpulan selalu universal (terdistribusi) bila syarat-syaratnya terpenuhi, salah satunya: pernyataan tengah (premis yang tidak muncul pada kesimpulan) harus universal. Jika syaratnya tidak terpenuhi. Contohnya sebagai berikut:

Beberapa anggota klub motor adalah adalah mahasiswa.
Bagus adalah anggota klub motor.
Maka, Bagus adalah mahasiswa.

4. Equivocation
Kata ekuivokal adalah kata yang memiliki arti lebih dari satu (homonim).
Bagus suka tahu.
Banyak tahu itu tidak baik.
Maka, Bagus tidak baik.

Kesimpulan yang salah, karena yang dimaksud tahu pada premis mayor adalah makanan.

5. Mengulang pertanyaan
A: Apakan pinus itu?
B: Pohon yang memiliki biji pinus.
A: Apakah biji pinus itu?
B: Biji yang ada di pohon pinus

6. Asumsi yang salah

Asumsi yang salah tentu menyebabkan kesimpulan yang salah. Sering kita dengar seperti "Oh, tak kirain tadi ...".
Petunjuk praktis: buat asumsi seminimal mungkin.

7. Kekeliruan strawman
Misinterpretasi (menggeser) pemahaman atas argumen seseorang agar lebih mudah menyangkal.
A: Kepemilikan senjata api harusnya diijinkan karena bisa menjadi alat pelindung ketika ada serangan yang membahayakan jiwa.
B: Namun, hal itu justru membahayakan keselamatan anak-anak terhadap penembakan secara buta.
B menggeser pemahaman A, tidak menyerang argumen A secara langsung.

8. Menggunakan dan melampaui penggunaan tradisi

A: Biasanya kita seperti itu.
atau
A: Setiap tahun kita selalu melakukannya seperti itu.

9. Membayar hal yang salah dengan kesalahan (two wrongs don't make a right)
Ini contoh yang lazim:
Karena dia berbuat curang, maka kami mencuranginya.

10. Kekeliruan demokrasi
Bukan karena semua berpendapat X, maka X menjadi benar.

11. Ad Hominem
Ad hominem adalah menyerang pribadi si pemberi argumen.
Contoh: Karena dia tidak percaya tuhan, sepantasnya kita tidak percaya omongannya.

12. Memaksakan pendapat/alasan
Kita bisa memaksa seseorang untuk melakukan apa yang tidak diinginkannya, namun kita tidak bisa memaksa seseorang untuk tidak memikirkan apa yang dipikirkannya. Contohnya biasanya menggunakan kata "harus". Kamu harus setuju karena A, B, dan C. Kita tidak bisa memaksa orang untuk menyetujui argumen kita.

13. Penggunaan keahlian dan berlebihan
Contoh:
Karena Prof. A mengatakan metode ini bagus, maka kita harus memakainya.

14. Mengkuantifikasi kualitas
Kualitas tidak bisa diukur secara numerik. Contohnya cinta. Seberapa berat dan cepat cinta itu? Kecuali ada bukti dan teori yang mendukungnya. Contohnya emosi. Seberapa besar rasa takutmu? (merefer ke valence, arousal, dan dominance).

15. Memutuskan lebih dari sumbernya
Dalam membangun argumen, premis harus bisa menjangkau kesimpulan. Jika kesimpulan yang diputuskan diluar jangkaun sumber (premis), maka bisa menjadi tidak logis.
Contoh: Wilayah pesisir Jawa kaya bagian selatan kaya akan terumbu karang. Maka, pemerintah menggalakkan wisata terumbu karang di Madura.

16. Berhenti sejenak pada analisis
Analisis hanya akan bermanfaat penuh ketika bisa disintesis. Jika bisa membongkar, maka harus bisa merangkai kembali. Contoh: A membongkar laptopnya, namun dia tidak bisa memasangnya seperti sedia kala. Kegagalannya mensistesis karena hanya berhenti pada membongkar, tidak menyamati bagaimana komponen-komponen laptop bisa terpasang. Kekeliruan ini banyak disebabkan karena tergesa-gesa.

17. Reduksionisme
Reduksionisme menyederhanakan permasalahan kompleks. Contoh: Tubuh manusia terdiri atas bermacam-macam zat kimia. Maka, manusia adalah kumpulan zat kimia.

18. Misklasifikasi
Dalam mendefinisikan istilah, kita mengelompokkan istilah tersebut dalam persamaan dan perbedaanya. Contoh: Manusia adalah binatang rasional. Binatang adalah persamaan dengan istilah lain, dan rasional adalah perbedaanya. Jika salah klasifikasi, maka kesimpulannya juga salah. Misal, jika ternyata manusia tidak satu kelompok dengan binatang, maka perkataan Aristoteles di atas adalah salah.

19. The Red Herring
Herring adalah sejenis ikan, yang terlihat merah jika diasapi. Prinsip ini bertujuan agar terjadi mis interpretasi. Contoh: A dan B meruapakan bos pabrik kecap. Karyawan A menuntuk kenaikan gaji. Untuk menolaknya, A membuat contoh bahwa di B tidak ada kenaikan gaji.

20. Menertawakan
Menertawakan argumen seorang tidak bisa membuat argumennya menjadi lemah. Namun hal ini dilakukan banyak orang untuk melemahkan argumen lawan.

21. Menangis
Emosi tidak boleh dilibatkan dalam logika, termasuk menangis. Dengan menangis, orang menjadi iba, dan merasa apa yang disampaikan menjadi masuk akal, padahal tidak.

22. Ketidakmampuan untuk tidak membuktikan bukanlah sebuah bukti
A: Kita tidak sendirian di alam semesta ini.
B: Apakah kamu punya bukti?
A: Tidak, apakah kamu punya bukti kalau ada makhluk lain?
B: Tidak
A: Berarti aku benar

23. False dilemma (Hitam putih)
Dilema hanya membatasi pilihan pada dua hal. Ini menjadikan argumen tidak masuk akal.
Contoh: Kalau kamu tidak masak malam ini, kita akan kelaparan.

24. Post Hoc Ergo Propter Hoc
Peribahasa latin tersebut bermakna: setelah itu, akan ada akibat dari hal itu. Jika ada kejadian A, kemudian ada kejadian B, disimpulkan kejadian B adalah akibat dari kejadian A. Ini salah dan banyak dipersepsikan masyarakat kita. Misalnya: Ayahnya meninggal karena dia menikahi sepupu jauhnya.

25. Keliru penggunaan
Banyak kasus, kesimpulan diambil dari sumber yang salah. Sumber A sebenarnya untuk tujuan B, tapi dijadikan premis untuk tujuan C.

26. Menghindari kesimpulan
Penalaran manusia sangat berguna. Menghindari penarikan kesimpulan justru menjadi tidak masuk akal jika banyak bukti yang bisa digunakan. Contohnya dalam masalah agama: banyak hukum yang bisa diambil dari kisah-kisah yang serupa (qiyash), bukan tidak menghukumi.

27. Menyederhanakan penalaran
Menyederhanakan penalaran (reasoning) akan menjadikan kesimpulan yang diambil terdistorsi. Contohnya dengan menggunakan banyak asumsi yang kaku, dimana pada kehidupan nyata tidak demikian, maka kesimpulan yang diambil kurang kuat. Hal ini terjadi banyak skripsi/tugas akhir mahasiswa.

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...