PPLH ternyata emang ga murah, biaya per-orang untuk acara yang mau kami adakan mencapai hampir 200 ribu per-orang per-malam. Padahal obyek kami adalah mahasiswa yang uangnya pas-pasan. Walhasil kami mencari tempat alternatif lain. Beberapa ratus meter dari PPLH kami menemukannya, sebuah villa yang cukup strategis meski terkesan tidak terawat. Strategis karena letaknya tepat di depan jalur pendakian gunung penanggungan, di bawahnya juga ada balai desa dan masjid. View-nya pun, wow.., sungguh bagus. Kami tanya-tanya dan kebetulan berjumpa langsung dengan penjaga villa tsb.
Perjalanan berlanjut, karena orang yg mw kami inapi nanti malam belum pulang, kami jalan2 dulu ke Bangil ke rumahnya Sofyan dan Totok. Rencana puasa hari itupun terpaksa ku batalkan karrna kami disuguhi berbagai makanan. Kenyang, sorenya kami menuju Leces, Probolinggo dan bermalam di sana.
Continue...
Pukul 2.30 dini hari kami pamit untuk melanjutkan perjalanan ke Bromo. The adventure is starting... Jalan gelap (tanpa lampu jalan), kami sendirian menyusuri jalan Leces-Sukapura. It’s no problem, setelah melewati jalan berkelok-kelok akhirnya kami sampai di jalan menuju Bromo. Namun karena masih sepi, dan diantara kami berdua belum pernah yang kesana akhirnya kami kesasar. Bukannya menuju bromo tapi kami malah menuju Penanjakan, kami sempat terjatuh dari sepeda di lautan pasir bromo. Tahu tersesat, kami pun kembali ke jalan menuju bromo. Menunggu pagi sambil mengerjakan sholat subuh.
Rute dari Bromo ke Madakaripura |
Pagi, kami langsung ngetrack menuju puncak Bromo. Lebih mudah karena ada tangga, tidak seperti naik gunung pada umumnya. Asap belerang menyebabkanku tidak betah lama-lama di puncak, setelah merasa puas kami pun turun.
Setelah itu ada tiga alternatif perjalanan yang akan kami lanjutkan, ke pantai pasir putih Situbondo, ke Lumajang (rumah teman) dan langsung balik ke Surabaya. Air terjun Madakaripura yang awalnya menjadi tujuan kami nggak kami masukkan karena nggak tahu jalannya.
Kami memilih langsung balik ke surabaya karena suatu alasan. Namun di perjalanan menuju surabaya (lewat tongas) kami menemukan jalan menuju air terjun madakaripura. Nanggung, akhirnya kami pun kesana, ke air terjun dimana (katanya) patih Gajah mada bertapa dan mengucapkan sumpah palapa-nya yang terkenal itu. Subhanallah, setelah beberapa kali ke air terjun, mungkin ini air tejun yang paling hebat. Nggak hanya satu tapi ada beberapa air terjun (4-5). Jalan menuju air tejun pun sungguh terjal, naik turun sungai, bahkan harus merayap di dinding bebatuan untuk mencapai air terjun terakhir. Kalo nggak pake mantel dijamin basah kuyup karena kita berjalan di bawah air tejun. Di situ juga ada gua yang sampai kini masih di gunakan (hi..3x, di zaman yang serba instant gini masih ada orang orang bertapa). Dari Madakaripura kami langsung balik ke Surabaya, perjalanan berakhir.
Update 2016
Pada tahun 2016, saya kembali mengunjungi Bromo untuk mengantar tamu. Kali ini rutenya sangat menarik: Penanjakan beserta Bromo dan Sekitarnya. Menggunakan jasa travel agen, kami dijemput di Surabaya jam 8 malam, sampai Probolinggu langsung ke penginapan, istirahat selama dua jam. Jam dua dini hari kami ngetrack ke Penanjakan untuk mendapatkan sunrise. Subuhan di Penanjakan dilanjut menikmati sunrise, Jam 06.30 kami lanjutkan ke Bromo, pulangnya mampir ke Bukit teletubbies dan berhenti ditengah jalan untuk sekedar foto-foto. Dibandingkan petualangan bersama Titon pada 2008, Bromo saat ini jauh lebih ramai, dan hebatnya hampir separuhnya adalah wisatawan mancanegara. Hebat!
Sunrise di Penanjakan |
Bersama Al-Amri dan Hery Sufyan di Penanjakan |
Foto paling atas: Titon di depan gunung Batok, Bromo.
Attachment:
- Sound of Bromo