Sunday, February 23, 2014

Adab Bertetangga

Pada surah An-Nisa' ayat ke-36 Allah SWT berfirman,
وَاعْبُدُوا اللَّهَ وَلَا تُشْرِكُوا بِهِ شَيْئًا ۖ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا وَبِذِي الْقُرْبَىٰ وَالْيَتَامَىٰ وَالْمَسَاكِينِ وَالْجَارِ ذِي الْقُرْبَىٰ وَالْجَارِ الْجُنُبِ وَالصَّاحِبِ بِالْجَنْبِ وَابْنِ السَّبِيلِ وَمَا مَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ ۗ إِنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ مَنْ كَانَ مُخْتَالًا فَخُورً
Artinya:
Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun. Dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu-bapa, karib-kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh, dan teman sejawat, ibnu sabil dan hamba sahayamu. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membangga-banggakan diri,
Siapakah tetangga itu? Menurut pendapat jumhur ulama, yang tergolong tetangga bagi kita adalah setiap orang yang menurut adat kebiasaan setempat dianggap sebagai tetangga kita. Pada ayat diatas Allah memerintahkan kepada kita untuk berbuat baik pada tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh, ini artinya tidak ada batasan jarak pada pengertian tetangga. Dalam tafsir Jalalayn dikatakan, tetangga yang karib) artinya yang dekat kepadamu dalam bertetangga atau dalam pertalian darah (dan kepada tetangga yang jauh) artinya yang jauh daripadamu dalam kehidupan bertetangga atau dalam pertalian darah (dan teman sejawat. Sedangkan dalam tafsir Ibn Katsir dijelaskan tafsir dua jenis tetangga ini: “Ali bin Abi Thalhah meriwayatkan dari Ibnu Abbas bahwa al jaar dzul qurbaa adalah tetangga yang masih ada hubungan kekerabatan dan al jaar al junub adalah tetangga yang tidak memiliki hubungan kekerabatan”. Beliau juga menjelaskan: “Dan Abu Ishaq meriwayatkan dari Nauf Al Bikali bahwa al jaar dzul qurbaa adalah muslim dan al jaar al junub adalah Yahudi dan Nasrani” (Tafsir Ibnu Katsir, 2/298).



Imam Nawawi, pada kita arbain-nya memasukkan hadis tentang tetangga ini sebagai berikut,
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ فَلْيَقُلْ خَيْراً أًوْ لِيَصْمُتْ، وَمَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللهِ وَاْليَوْمِ الآخِرِ فَلْيُكْرِمْ جَارَهُ، وَمَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ فَلْيُكْرِمْ ضَيْفَهُ
Artinya,
Dari Abu Hurairah radhiallahuanhu, sesungguhnya Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam bersabda: Siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir hendaklah dia berkata baik atau diam, siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir hendaklah dia memuliakan tetangganya dan barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir maka hendaklah dia memuliakan tamunya (Riwayat Bukhori dan Muslim)

 

Tingkatan Tetangga

Tetangga itu ada 3 jenis:
  1. Tetangga yang memiliki 3 hak, yaitu tetangga muslim masih ada hubungan kerabat / keluarga. Ia memiliki hak sesama muslim, hak tetangga dan hak kerabat.
  2. Tetangga yang memiliki 2 hak, yaitu tetangga muslim, atau tetangga non-muslim yang masih ada hubungan kerabat. Yaitu memiliki hak sesama muslim dan hak tetangga, atau hak kerabat dan hak tetangga jika ia kerabat yang non-muslim.
  3. Tetangga yang memiliki 1 hak, yaitu tetangga non-muslim. Ia memiliki hak tetangga saja.
Jadi, meski bukan seorang muslim, tetangga kita juga mempunyai hak. Ketika dia sakit, kita dianjurkan untuk menjenguknya, pun bila ada tetangga kita yang meninggal, kita hendaknya bertakziah. Bila tetangga kita tersebut seorang muslim, haknya lebih banyak lagi, yakni sebagagi tetangga dan sebagai muslim. Jika dia mengundang kita, hendaknya kita datang memenuhi undagannya, dan bila dia mengucapkan salam, maka kita wajib menjawabnya. Adab kita bertetangga mencapai puncaknya ketika tetangga kita tersebut masih kerabat kita. Ketika kita hendak membantu orang lain, maka sudah selayakanya kita memprioritaskan tetangga yang masih saudara dengan kita.

Seperti yang termaktub dalam Al-Quran dan hadis arbain diatas, adab kita dalam bertetangga adalah berbuat baik memuliakan mereka. Masih ingatkah kisah Rasulullah saw. dan tetangganya seorang Yahudi yang kerap melempar kotoran saban hari ke halaman rumah Al amin?
Alih-alih marah, Rasulullah saw. dengan sabar selalu membuang kotoran-kotoran tersebut. Beliau tak pernah mengeluh. Bayangkan bila itu tetangga anda, kita?

Hingga suatu hari, Rasulullah saw menjumpai halamannya bersih tanpa kotoran dan malah keheranan. Ternyata si tetangga Yahudi itu sakit. Beliau pun menjenguknya seraya membawa buah tangan serta mendoakan kesembuhannya. Menyaksikan kebaikan dan ketulusan hati Rasulullah saw. hati tetangga Yahudi itu pun tersentuh dan akhirnya memutuskan masuk Islam.

Pendaran energi murni kebaikan bahkan bisa melunakkan hati yang keras. Sungguh kita harus belajar dari Rasulullah yang digambarkan Allah sebagai suri teladan terbaik manusia. Lagipula sungguh menyenangkan bila kita dapat menjumpai tetangga kita dan bertetangga lagi di surga kelak. Insya Allah, Amin. [1]

Terakhir, kita dianjurkan untuk memilih tetangga sebelum memilih tempat tinggal. Orang Arab mengatakan, "Tetangga dulu, baru kemudian rumah. Janganlah engkau tempati sebuah rumah, kecuali setelah tahu siapa tetangganya."


Sumber:
  1. http://www.republika.co.id/berita/ensiklopedia-islam/hikmah/10/12/25/154318-hak-tetangga
  2. Kitab Arbain Nawawi
  3. Zekr, The Quranic Zekr Project
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...