Sebentar lagi pilkada akan berlangsung, sayang semua calon gub/wagub berasal dari partai. Hampir saja ada calon independen, namun karna tidak berpartai akhirnya pupus juga ditengah jalan.Setahun lagi pilpres, moga ada calon independen non-partai yang layak kita bebankan amanah kepadanya untuk menjadi pemimpin negeri ini...
Seorang bijak pernah berkata: “Kalau ada orang yang meminta jabatan, jangan kamu pilih!”. Cukuplah kata-kata tersebut kita jadikan pijakan. Partai, apapun partainya bahkan partai islam sekalipun, tidak layak untuk di coblos (according to me). Sangat disayangkan sampai ada beberapa ulama’ yang sampai maju menjadi calon gub/wagub, sayang sekali. Padahal islam sendiri telah jelas2 melarang kita untuk befirqoh, berpartai ataupun bergolongan.
Beberapa dalil yang mendasari larangan berpartai:
- Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kalian bercerai berai(berpartai/bergolongan/berfirqoh), dan ingatlah akan nikmat Allah kepada kalian ketika kalian dahulu (masa Jahiliyah) bermusuh-musuhan, maka Allah mempersatukan hati kalian(*), lalu menjadilah kalian orang-orang yang bersaudara(**), karena nikmat Allah; dan kalian telah berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kalian dari padanya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepada kalian, agar kalian mendapat petunjuk. .(S. 3 :103)
- Dan janganlah kalian menyerupai orang-orang yang telah bercerai-berai(*) (berpartai/bergolongan/berfirqoh) dan berselisih sesudah datang keterangan yang jelas kepada mereka. Mereka itulah orang-orang yang mendapat siksa yang berat, (Ali Imron :105)
- “Maka Jauhilah beberapa kelompok/golongan/partai itu semuanya,dan meskipun kamu harus menggigit pada dasar pohon hingga kamu meninggal sedangkan kamu dalam keadaan menggigit akar pohon”(bertahan dengan sekuat tenaganya untuk tidak ikut masuk partai sampai meninggal) (Hadis riwayat: Shohih Bukhori juz 11/hal:439, Shohih Muslim 9/386, Ibnu Majah 11/476,Baihaqi 8/462, Hakim 1/375, Abu `Awanah 14/165, dan Kitab Lu`lu` wal marjan 1/601)
- Kemudian mereka (pengikut-pengikut rasul itu) menjadikan agama mereka terpecah belah menjadi beberapa pecahan. Tiap-tiap golongan(partai/hizb) merasa bangga dengan apa yang ada pada sisi mereka (masing-masing). (S .23 :53)
- yaitu orang-orang yang memecah-belah agama mereka[1169] dan mereka menjadi beberapa golongan(partai). Tiap-tiap golongan(partai/hizb) merasa bangga dengan apa yang ada pada golongan(partai/hizb) mereka. (S. 30 : 32)
- Katakanlah: " Dialah yang berkuasa untuk mengirimkan azab kepadamu, dari atas kamu atau dari bawah kakimu[482] atau Dia mencampurkan kalian dalam golongan-golongan/partai/firqoh/hizb (yang saling bertentangan) dan merasakan kepada sebahagian kalian keganasan sebahagian yang lain. Perhatikanlah, betapa Kami mendatangkan tanda-tanda kebesaran Kami silih berganti[483] agar mereka memahami(nya)."(S.6 :65)
- Dia telah mensyari'atkan bagi kalian tentang agama apa yang telah diwasiatkan-Nya kepada Nuh dan apa yang telah Kami wahyukan kepadamu dan apa yang telah Kami wasiatkan kepada Ibrahim, Musa dan Isa yaitu: Tegakkanlah agama[1340] dan janganlah kalian berpecah belah( menjadi beberapa golongan/partai) tentangnya. Amat berat bagi orang-orang musyrik agama yang kamu seru mereka kepadanya. Allah menarik kepada agama itu orang yang dikehendaki-Nya dan memberi petunjuk kepada (agama)-Nya orang yang kembali (kepada-Nya).(S.42 :13)
Tiga puluh dua tahun kita dibawah orde baru, sistem pemilihan kepala daerah sampai presiden diatur oleh penguasa saat itu. Kini semua telah berubah, partai mendapat angin segar dan kebebasan untuk mengembangkan kekuasaannya. Mungkin sekali sistem demokrasi berubah lagi, ketika rakyat sudah tidak mempercayai partai-partainya karna hanya mengobral janji. Partai islampun demikian, bahkan sesama partai islam saling menjatuhkan. Itulah partai, pasti ada fanatisme untuk lebih menonjolkan partainya, bukan umat.
Nah, perubahan itu sendiri butuh penggerak untuk berubah. Akankah kita diam saja, atau justru menjadi penguat keberadaan partai-partai tersebut ?
Semuanya mungkin (dan mungkin juga:pasti) akan berubah, dan disitulah peran kita dibutuhkan. “Diam” kita akan memulai perubahan kali ini...
Jangan bergerak ! jangan mencoblos atau..... coblos semua!!
NB: tenang aja, di alam kubur nanti malaikat munkar-nakir tidak akan menanyakan apa partai kita, melainkan menanyakan siapa tuhan kita, siapa nabi kita dan apa kitab kita...
Updated 16 Januari 2018
Jangan golput! berikut referensi mencbolos dari 3 tokoh saja:
- Ali bin Abi Thalib ra
- Syaikh Yusuf Qardhawi (Ketua Asosiasi Internasional Cendekiawan Muslim)
- Dr. Hamid Fahmy Zarkasyi, MA. M. Phil. (Ketua MIUMI Pusat, putra Pendiri Pesantren Gontor)
“Kezhaliman akan terus ada, bukan karena banyaknya orang-orang jahat, tapi karena diamnya orang-orang baik.”
Setidaknya ada 3 (tiga) cara dalam mempertimbangkan pilihan: • Jika semuanya baik, pilihlah yang paling banyak kebaikannya. • Jika ada yang baik dan ada yang buruk, pilihlah yang baik. • Jika semuanya buruk, pilihlah yang paling sedikit keburukannya.
"Jika anda tidak mau ikut pemilu karena kecewa dengan pemerintah & anggota DPR, atau parpol Islam. Itu hak anda. Tapi ingat jika anda & jutaan yang lain tidak ikut pemilu maka jutaan orang fasik, sekuler, liberal, atheis akan ikut pemilu untuk berkuasa dan menguasai kita. Niatlah berbuat baik meskipun hasilnya belum tentu sebaik yang engkau inginkan.”
Tulisan (update) diatas merevisi tulisan saya diatasnya (sebelumnya).