Salah satu hal yang paling saya sukai dan saya lakukan di Jepang adalah melakukan perjalanan "Dari Stasiun Ke Stasiun". Kereta api (train, densha) adalah moda transportasi utama di Jepang, dan stasiun-lah (eki, 駅) tempat dimana kereta-kereta tersebut datang dan pergi. I love train, and I enjoy travling by train.
Stasiun JR Kasado, home station saya yang paling lama
Selain perjalanan setahun yang lalu dari Kyoto, Osaka sampai ke Tokyo, alhamdulillah sebelum balik ke Indonesia saya berkesempatan melakukan perjalanan dari Nagoya ke Fujinomiya ke Okazaki, ke Fuji, ke Fujinomiya, ke Hamamatsu dan kembali ke Kameyama-shi, Mie-ken. Adalah stasiun Idagawa yang menjadi home base saya kali ini, selain stasiun Kasado yang lebih dekat dari apato saya dan menjadi home base station saya selama dua tahun lebih ini.
Hyperdia menjadi rujukan saya dalam mencari dan menentukan jadwal kereta yang akan saya gunakan. Praktis dan efisien, tinggal mengetikkan stasiun awal dan tujuan, maka hyperdia akan menampilkan data jam, dimana harus pindah kereta (norikai) dan kadang juga ada nomor track (jalur) bila di stasiun besar.
Setelah mengunjungi Taman Nara, Todaiji dan Rusa di kota Nara untuk kedua kalinya, saya dan jamaah liburan winter dan tahun baru 2014 melanjutkan perjalanan ke kota favorit saya, tempat yang juga pernah saya kunjungi yakni Kinkakuji di Kyoto-shi, Kyoto-fu. Sebuah kuil yang eksterior luarnya dilapisi lembaran emas.
Kinkaku-ji: Vila Emas berlatar pegunungan khas Jepang
Kinkaku-ji atau dalam bahasa Inggris dikenal dengan Golden Pavillion, merupakan salah satu ikon Jepang dan juga kota Kyoto, kota budaya dan kultural, serta ibukota ke-2 Jepang sebelum berpindah ke Tokyo. Sesuai dengan namanya, obyek utama kinkaku-ji adalah berupa kuil emas, yang berada di tengah kolam dan dikelilingi taman yang rupawan. Tempat ini merupakan kediaman shogun Ashikaga Yoshimitsu pada jaman dahulu. Shogun merupakan jabatan semacam gubernur jenderal yang memerintah dan menguasai suatu provinsi di Jepang dalam struktur militer saat itu. Sebelum dijadikan area wisata dan menjadi Unesco World Heritage, situs Kinkaku-ji ini pernah menjadi vila pribadi seorang bangsawan nasional Jepang.
Hari ini setelah mengunjungi masjid Kobedan area Kitano, acara ryoko (piknik) saya bersama rekan-rekan KMI Mie (Keluarga Muslim Indonesia di Perfektur Mie) dilanjutkan ke kuil Kiyomizudera di Kyoto. Berdasarkan referensi yang saya baca disini lewat link twitter @HappyTravelJP, Kiyomizudera bersaing dengan Kinkaku Ji untuk menjadi destinasi terbaik di Kyoto. Saya sudah pernah ke Kinkaku Ji yang ceritanya bisa dibaca disini, sekarang tiba saatnya saya melihat langsung kuil Kiyomizudera untuk menentukan siapa yang sebenarnya pantas menjadi tujuan wisata terbaik di Kyoto menurut saya.
Kiyomizudera, kuil megah di Kyoto ini terletak di pegunungan Otowa. Kyomizudera berarti kuil air murni (the temple of clear water). Bangunan utama yang disebut "Kiyomizu" dibangunan di lerang pegunungan, dengan 139 pilar tanpa pasak. Metode pembangunan bangunan kayu tanpa pasak dan paku tersebut dinamakan "kakezukuri", salah satu warisan budaya Jepang di bidang ilmu arsitektur dan bangunan. Bangunan utama tersebut tidak hanya menawarkan pemandangan Kiyomizudera berlatar pegunungan dan tebing, namun juga menawarkan panorama kota Kyoto dilihat dari atas beserta Kyoto tower-nya.
Kuil Kiyomizudere berlatar pegunungan dan landscape kota Kyoto di kejauhan
Alhamdulillah hari ini libur, agar waktu tak terbuang sia-sia, saya memanfaatkannya untuk keluar rumah. Tujuan saya tidak muluk-muluk, cukup menikmati perjalanan dengan kereta dan berhenti di salah satu stasiun yang dilaluinya. Awalnya saya merencanakan untuk berhenti di stasiun Kabuto, karena pada waktu ke Kyoto yang lalu, saya lihat view-nya cukup menarik. Namun, setelah beberapa waktu googling tidak menemukan referensi yang relevan tentang daerah di sekitar stasiun Kasado, maka saya terus melanjutkan perjalanan saat di kereta JR Kansai Line yang dioperasikan oleh JR West dengan rute Kameyama (Mie) - Kamo (Kyoto). Satu stasiun sebelum kereta terebut mencapai tujuan akhir, yakni stasiun Kamo, saya melihat pemandangan yang menarik di sisi sebelah kanan rel. Sebuah sungai di lembah bukit yang disesaki bebatuan besar, pun ada beberapa kanoe di sungai tersebut, dan di pinggir sungai ada taman serta tenda-tenda yang didirikan pengunjung taman wisata tersebut. Saya pun memutuskan untuk berhenti di stasiun tersebut, Kasagi station/Kasagi eki, Kyoto.
A photo posted by Bagus Tris Atmaja (@bagustris) on
Naas, saat saya keluar kereta, petugas Kereta Api (masinis) menghampiri saya dan menanyakan tiket kereta saya. Karena dari stasiun pemberangkatan, Kasado, tidak ada petugas penjual tiket, dan mesin penjual tiket pun tidak ada, saya tidak bisa menunjukkan tiket saya. Petugas tersebut pun dengan agak marah meminta saya membeli tiket kereta. Saya pun menyanggupinya. Allahummaghfir ya Rabbi. Padahal saat di kereta ada petugas yang menanyakan siapa yang belum beli tiket bisa beli tiket di petugas tersebut, atau dengan memasukkan uang di mesin gerbong paling depan, tapi saya tidak ngeh dengan hal itu. Pikir saya, kalau nanti pas turun di stasiun tersebut ada petugasnya, ya saya bayar (bagaimana kalau ternyata tidak ada petugasnya??) Di Jepang, banyak stasiun yang tidak dijaga dan tidak ada mesin tiketnya. Jadi semuanya berdasarkan kejujuran kita saja, tanpa membayar tiketpun kita bisa naik kereta, bahkan ada yang bisa mengelabui mesin pemeriksa tiket yang biasanya ada di stasiun-stasiun.
Keluar dari stasiun Kasagi, saya menuju ke arah kiri, menyusuri jalan, untuk mencari lokasi taman yang tadi saya lihat dari dalam kereta. Kurang lebih setelah berjalan kaki selama lima belas menit, saya menemukan lokasi Kasagiyama Park (府立笠置山自然公園Furitsu Kasagiyama shizen kōe), nama taman tersebut. Hanya belok kiri sekali dari arah stasiun saya menemukan Kasagiohashi, jembatan yang membelah sungai Kizugawa. Saya menyeberangi jembatan tersebut sebelum turun ke tepi sungai.
Diantara episode-episode yang paling berkesan dalam hidup saya adalah ketika menaklukkan puncak mahameru bersama teman-teman SMA saya saat mahasiswa S1, perjalanan ke Bromo dan sekitarnya bersama seorang teman kuliah saya, dan perjalanan musim panas 2013 kali ini bersama partner saya saat kuliah S1 di ITS Surabaya. Liburan musim panas (natsu obon) merupakan salah satu diantara tiga musim liburan yang paling ditunggu di Jepang, yang lain yakni libur musim semi dan libur akhir/awal tahun. Musim panas kali ini saya merencanakan untuk mengikuti dauroh natsu di Osaka, menikmati keindahan alam dan menyeberang “jembatan surga” di Amanohashidate, di kota Miyazu, Kyoto, bersilaturahim ke guru saya di Tokyo dan jalan-jalan di Asakusa, Tokyo. Tanpa sengaja, kami juga melakukan perjalanan ke Toji Temple di Kyoto dan Hikone Temple serta danau terbesar di Jepang, Danau Biwa, yang ada di Propinsi Shiga.
Rute dari Kameyama ke Osaka-Ibaraki dengan Kereta
Peta Jepang
Senin pagi, 12 Agustus 2013, sebelum jam 6 pagi saya sudah berangkat ke stasiun Kameyama diantar oleh teman saya, seorang Jepang. Memanfaatkan momen liburan, saya membeli tiket “Juhachi Kippu”, yakni tiket free pass selama lima hari untuk kerete JR (Japan Railways, Kereta nasional milik pemerintah) di seluruh Jepang. Juhachi artinya 18, kippu artinya tiket. Jadi, tiket ini disediakan untuk mereka yang berumur-an 18 tahun yang giat, enerjik dan gesit selama melakukan perjalanan dengan kereta JR. Harganya 11.500 yen (sekitar Rp. 1150000). Kenapa tiket ini awalnya ditujukan untuk pemuda? Karena jika menggunakan tiket ini, anda hanya bisa menggunakan kereta lokal, semi rapid dan rapid, serta beberapa kerete malam yang masuk kategori lambat dibandingkan dengan kereta cepat shinkansen dan kereta ekspress lainnya. Oleh karenanya dibutuhkan kecepatan, energi dan kegesitan untuk melakukan perjalanan dengan tiket terusan juhachi kippu.
http://www.bagustris.tk/2013/08/summer-vacation-part-ii-hikone-dan-tokyo.html
Ini pertama kalinya saya naik kereta JR Kansai Line ke Kyoto, meski dulu pernah dengan arah sebaliknya, Kyoto - Kameyama. Berdasarkan panduan di hyperdia, rute seharusnya adalah Kameyama – Tsuge – Kusatsu – Kyoto - Ibaraki. Dari Kameyama menuju Tsuge menggunakan kereta JR Kansai Line, kemudian oper dengan Kusatsu Line menuju Kusatsu. Nah, dari Kusatsu ternyata saya tidak perlu norikae (oper kereta) lagi di Kyoto, karena kereta Biwako line dari Kusatsu berubah menjadi JR Kyoto Line begitu sampai di stasiun Kyoto, kemudian juga berhenti di stasiun Ibaraki, propinsi Osaka.
Besides the Kinkaku-ji, the Nijo castle or Nijo-jo (二女城) is another interesting place to be visited if you have limited time in Kyoto.
One of the buildings in Nijo-jo
In 1603, the castle firstly built as the official Kyoto residence of the first Tokugawa shogun, Ieyasu. The construction process was finish in 1626 by third Tokugawa shogun, Iemitsu. He added some structures transferred from Fushimi castle, which is built in 1573-1614 in Momoyama period.
Nijo castle is the most finest temple of early Edo period and Momoyama culture in Japan. It makes splendid use of early Edo period building design, lavish painting, and carving that Iemitsu generously commissioned.
When the fifteenth Tokugawa Shogun, Yoshinobu, returned sovereignty to the Emperor, the castle become the property of the Imperial family. It was renamed the Nijo Detached Palace in 1884 and renamed again to be Nijo castle (Nijo-jo) when it was donated to the city of Kyoto in 1939.
As the Kinkaku-ji, Nijo-jo is also acknowledged as the world heritage site by UNESCO in 1994.
Today I have visited the kinkaku-ji, or it is also called as Rokuon-ji, the golden pavilion in Kyoto city, Japan. Kikaku-ji is a reliquary hall (Japan: 舎利殿 - shariden) containing relics of the master. The pavilion is part of the temple namely Rokuon-ji, but most of the people call it Kinkaku-ji as the main building in the complex is kinkaku-ki.
Kikaku-ji: The golden Pavilion
Originally, the temple was the site of villa which the name is Kitayama-dai which is owned by statesman namely Saionji Kintsune. The 3rd Muromachi's shogun, Ashikaga Yoshimitsu, took liking to the area and acquired it from Kitsune family in 1397. The the villa was built and get a name, Kitayama-den.