Monday, October 12, 2020

Teknik Pendakian Naik: The Rest Step

Pada pendakian gunung Merapi pada tahun 2009, saya berkesempatan mendaki dengan seorang bule asal Spanyol. Ketika itu saya berkenalan dengannya di tengah perjalanan, dan saya lihat dia mendaki sangat cepat. Saya tanya, berapa waktu yang dia butuhkan untuk mendaki Semeru? "Lima jam pulang pergi!", katanya. Saya takjub. Dalam lima jam, saya berangkat dari pos Selo belum mencapai puncak. Dia sudah sampai puncak dalam waktu setengahnya saja. Saya amati langkahnya. Karena kakinya panjang, langkahnya juga panjang. Ditambah dengan stamina dan kecepatannya, tak heran kalau bule bisa mendaki gunung dengan waktu lebih singkat dari kita, umumnya sepertiga sampai setengah dari waktu yang kita butuhkan (dan bisa lebih singkat lagi). Sejak saat itu, saya perpanjang jangkauan langkah saya dengan harapan bisa memperpendek waktu pendakian.
Mendaki naik dengan rest step, langkah pendek, dan sedikit istirahat akan mengurangi tingkat kelelahan (Gambar: puncak oyama [Tateyama])


Pada pendakian Gunung Bessan (yang merupakan bagian dari pegunungan Tateyama), saya berjalan di belakang seorang Ibu. Kebetulan saat itu saya solo avonturir, teman-teman tinggal di tenda, mau onsen katanya. Saya perhatikan langkah ibu tersebut, lambat dan tegak. Hampir-hampir saja saya menyalipnya. Dan ketika hampir menyalip, napas saya terengah-engah. Akhirnya, dengan sabar saya berjalan di belakang ibu tersebut. Di sinilah cobaannya. Saya menahan diri untuk tidak istirahat selama ibu di depan saya tidak istirahat. Ibu di depan saya tersebut membawa peralatan lengkap, tas carrier 60L (liter). Sedang saya hanya membawa tas selempang berisi air minum. Dengan penuh perjuangan akhirnya saya bisa tetap di belakang Ibu tersebut sampai Tsurugigozenkoya, tempat yang memisahkah jalur pendakian ke Gunung Bessan dan Gunung Tsurugi.

Setelah pos Tsurugigozenkoya tersebut, saya menerapkan dua pelajaran yang saya dapatkan dari Ibu di didepan saya tadi: langkah pendek dan sedikit istirahat. Walhasil, perjalanan dari Raichosawa-Bessan-Masagodake-Raichosawa dapat saya tempuh dalam 4 jam (sesuai estimasi aplikasi Yamap). Langkah pendek dan sedikit istirahat, itulah kuncinya. Dengan langkah pendek, pelan, dan menghirup udara panjang, kita sudah sekaligus beristirahat dalam tiap langkah. Sehingga, istirahat yang lebih panjang tidak diperlukan lagi. Saya juga tidak mengalami kecapekan yang luar biasa setelah pendakian Gunung Tateyama, kaki normal tanpa penumpukan asam laktat di paha atau betis. Berbeda sekali dengan pendakian-pendakian sebelumnya (bisa juga karea bantuan "supporter betis/calf supporter" yang saya pakai). Dua teknik ini, langkah pendek dan sedikit istirahat, merupakan kunci untuk melakukan pendakian tepat waktu.

The Rest Step

Teknik yang saya ikut dari seorang Ibu di Tateyama di atas ternyata dinamakan "the rest step". Pada jalan biasa naik kita tidak berhenti; kita jalan terus-menerus tanpa memberi kesempatan kaki untuk beristirahat, kecuali di saat istirahat. Apa dasarnya, karena betis dan paha selalu dalam posisi bengkok; tidak pernah dalam posisi lurus (180 derajat). Rest step adalah kebalikannya, dalam sekali jalan posisi paha dan betis kembali 180 derajat setelah melangkah. Energi ketika paha dan betis pada kondisi lurus digunakan untuk menekan/menapak langkah selanjutnya. Perhatikan dua video berikut, dan ambil pelaran darinya! 


Untuk teknik pendakian turun, silahkan baca disini >> http://bagustris.blogspot.com/2020/10/teknik-pendakian-turun-meghindari-lutut.html.
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...