Tulisan ini dilatarbelakangi oleh pengalaman saya pribadi. Suatu saat co-supervisor saya menimpali jawaban saya, "Bagus-san, kamu cuma ditanya pertanyaan singkat dan sederhana, tapi kenapa jawabannya panjang dan bertele-tele. Saya melongo. Hah, benar. Ternyata selama ini saya tidak mempunyai kemampuan menjawab pertanyaan dengan baik. Beruntung saya mengambil kuliah "Scientific Discussion" di JAIST. Kuliah tersebut berisi prinsip-prinsip berlogika dalam berdiskusi, mencakup kemampuan menjawab pertanyaan.
Sering kita lihat di televisi, misalnya dalam acara dialog/debat, si penanya menanyakan A dan si penjawab menjawab B. Sering pula pertanyaan yang hanya membutuhkan jawaban "ya" atau "tidak" dijawab dengan bertele-tele.
Prinsip-prinsip dalam menjawab pertanyaan yang saya kemukakan di bawa ini sudah umum: singkat, pada, dan berisi. Urutannya saja yang saya rubah berdasarkan esensinya. Saya tambahkan prinsip keempat yang opsional, yakni memberikan referensi.
- Berisi (jawaban) Jawaban harus memuat dari apa yang ditanyakan. Jika pertanyaannya adalah pertanyaannya ya/tidak, maka harus ada salah satunya, ya atau tidak. Jika tidak ada, maka harus ada penjelasannya. Contoh lain: Apa kontribusi (novelty) penelitian anda? Jawaban: Kontribusi penelitian saya adalah XXX dan YYY.
- Singkat (short) Pertanyaan tidak hanya memuat jawaban, tetapi juga harus memuat alasan kenapa dijawab seperti itu. Justifikasi adalah argumen dan bukti/alasan (evidence). Jawaban adalah argumen, sedangkan bukti/alasannya harus singkat.
- Padat (dense) Jawaban atas pertanyaan harus padat, terutama pada alasannya. Misalnya, saya menjawab A karena B. B harus singkat dan padat. Singkat, seperti pada poin sebelumnya, hanya berisi alasan yang dibutuhkan, bukan alasan-alasan yang tidak dibutuhkan. Alasan-alasan yang tidak dibutuhkan tsb (data pendukung, bukan data utama) akan menyebabkan jawaban tidak padat.
- Berdasarkan Referensi atau Alasan Prinsip terakhir adalah jawaban harus berdasarkan referensi, jika ada. Misalnya, saya menjawab A berdasarkan referensi C. Saya menjawab C karena D. Saya memilih E karena F. Prinsip ini bisa jadi tidak dibutuhkan, misalnya dalam pertanyaan opini atau pendapat. Contohnya, apa warna kesukaan anda? Dalam hal seperti itu, argumen harus kuat, karena bisa jadi ada pertanyaan susulan. Banyak pertanyaan yang sudah ada jawabannya, dan kita tinggal menyitir/mensitasi saja. Jawaban yang berdasarkan referensi akan membuat posisi (jawaban) kita kuat, khususnya jika referensi tersebut bereputasi (misalnya dari jurnal SpringerNature dan Elsevier).
Itulah kemampuan-kemampuan yang dibutuhkan untuk bisa menjawab pertanyaan secara tepat. Kita bisa menilai jawaban seseorang dari tiga prinsip di atas. Kita pun juga harus belajar kemampuan-kemampuan di atas agar bisa menjawab pertanyaan secara tepat, sebuah dimensi berpikir kritis.