Sains Islam (Science Islam) |
Sebelum membahas lebih jauh tentang sains Islam,
perlu dipahami konsep sains itu sendiri. Sains (ilmu pengetahuan, atau ilmu
saja) Berbeda dengan pengetahuan (knowledge).
Pengetahuan adalah semua informasi yang diterima oleh manusia. Menurut Arthur
Hays Sulzberger, pengetahuan tidak hanya sesuatu yang diterima namun juga yang
dipersespsi, dipelajari dan ditemukan oleh manusia. Sedangkan sains (arab:
al-'ilm) merupakan pengetahuan yang terorganisasi. Pendapat lain mengatakan
bahwa sains adalah pengetahuan yang didapatkan melalui metode ilmiah. Jadi, sains
merupakan bagian dari pengetahuan dan tidak semua pengetahuan merupakan sains.
Konsep
sains Islam merupakan upaya untuk membentuk ilmu pengetahuan dan teknologi yang
sesuai dengan nilai-nilai Islam. Sains tersebut tidak terbatas pada ilmu-ilmu
agama seperti Tafsir, Hadits, Fiqh, Kalam, Tasawuf, dan lain-lain, namun juga
pada bidang yang lain: Matematika, Fisika, Kima, Biologi, Kedokteran, dll.
Konsepsi sains Islam ini berusaha untuk menggabungkan ilmu-ilmu agama dan sains
secara umum yang sebelumnya terdikotomikan. Sains, karena sarat akan
nilai-nilai subyektif dan juga obyektif, dapat dibangun dengan pendekatan
kultural yang khas, termasuk dari sisi agama. Islam, sebagai agama yang diakui
oleh pemeluknya satu-satunya yang benar tentunya memiliki landasan dan arahan
dalam membangun dan mengembangkan sains di semua bidang agar tidak bertentangan
dengan keimanan pemeluknya.
Sains tidak bebas nilai. Hal ini
jugalah yang melatari paradigma Islamisasi sains. Menurut Islam, kebenaran
hanyalah milik Allah semata, bukan berdasarkan atas pendapat orang, hasil
eksperimen, perhitungan matematik atau suara terbanyak. Konsep Islamisasi
sains, mulai didengungkan oleh beberapa Ilmuwa muslim, seperti Naquib Allatas,
Ismail Alfaruki, Harun Yahya, Maurice Bucaille dkk. Dari dalam negeri ada
beberapa nama: Ahmad Baiquni, Sahirul 'Alim, Agus Purwanto, dkk. Kebangkitan ilmuwan
muslim ini patu diapresiasi dan didukung untuk mengembalikan kejaayaan
peradaban Islam.
Mengapa Islamisasi sains? Apakah
sains selama ini tidak islami? Jika dirunut sampai ke akarnya, maka sains Barat
yang telah kita pelajari ini akan mengarah pada atheisme. Sains modern akan
menuntuk kita untuk hanya mempercayai logika, rasio dan hukum sebab-akibat.
Sebagai contoh sederhana, dalam fisika dikenal gaya gravitasi yang telah
menahan semua benda di muka bumi, dan gaya aerodinamika yang memungkinkan burung
dan pesawat terbang dapat terbang bebas di angkasa. Namun, dalam penjelasannya,
hanya gaya aerodinamika-lah yang menyebabkan burung dan pesawat dapat terbang
di angkasa, dengan mengabaikan peran Allah SWT. Padahal, dalam surat An-Nahl
ayat 79, Allah SWT berfirman:
“Tidakkah mereka
memperhatikan burung-burung yang dimudahkan terbang diangkasa bebas. Tidak ada
yang menahannya selain daripada Allah. Sesungguhnya pada yang demikian itu
benar-benar terdapat tanda-tanda (kebesaran Tuhan) bagi orang-orang yang
beriman.” (Q.S An-Nahl:79).
Jelaslah dari ayat tersebut bahwa
Allahlah yang menahan burung-burung sehingga dapat terbang bebas di angkasa,
bukan gaya aeorodinamika. Dengan kata lain, gaya aerodinamika merupakan salah
satu sunnatullah (hukum Allah) yang berlaku di Alam ini. Alangkah baiknya hal
itu jika dijelaskan pada pelajaran sains di kelas.
Seorang ilmuwan matematika Perancis
yang terkenal, Laplace, pernah ditanya oleh Napoleon perihal penelitiannya
tentang alam semesta yang tidak pernah menyebutkan eksistensi Sang Pencipta.
Dia menjawab bahwa, hipotesis tersebut (adanya Sang Pencipta) tidak dia
butuhkan dalam penelitiannya. Jika eksistensi Tuhan tidak diperhitungkan, tentu
sains modern telah menafikan kehadiran Tuhan dan tidak akan pernah menjadikan
Tuhan sebagai tujuan akhirnya, hanya mengandalkan rasio akal semata. Oleh
karenanya Islamisasi sains hadir, untuk mengembalikan konsep tauhid dalam
sains. Sains slamdiperlukan untuk mengelola sumber daya alam yang melimpah ruah di
negeri kaum muslim. Sains Islam juga diperlukan untuk membangun teknologi yang dapat
digunakan untuk mensejahterakan umat.