Friday, August 16, 2013

Summer Vacation Part I: Kyoto, Osaka, Amanohashidate

Diantara episode-episode yang paling berkesan dalam hidup saya adalah ketika menaklukkan puncak mahameru bersama teman-teman SMA saya saat mahasiswa S1, perjalanan ke Bromo dan sekitarnya bersama seorang teman kuliah saya, dan perjalanan musim panas 2013 kali ini bersama partner saya saat kuliah S1 di ITS Surabaya. Liburan musim panas (natsu obon) merupakan salah satu diantara tiga musim liburan yang paling ditunggu di Jepang, yang lain yakni libur musim semi dan libur akhir/awal tahun. Musim panas kali ini saya merencanakan untuk mengikuti dauroh natsu di Osaka, menikmati keindahan alam dan menyeberang “jembatan surga” di Amanohashidate, di kota Miyazu, Kyoto, bersilaturahim ke guru saya di Tokyo dan jalan-jalan di Asakusa, Tokyo. Tanpa sengaja, kami juga melakukan perjalanan ke Toji Temple di Kyoto dan Hikone Temple serta danau terbesar di Jepang, Danau Biwa, yang ada di Propinsi Shiga.

Rute dari Kameyama ke Osaka-Ibaraki dengan Kereta

Peta Jepang
Senin pagi, 12 Agustus 2013, sebelum jam 6 pagi saya sudah berangkat ke stasiun Kameyama diantar oleh teman saya, seorang Jepang. Memanfaatkan momen liburan, saya membeli tiket “Juhachi Kippu”, yakni tiket free pass selama lima hari untuk kerete JR (Japan Railways, Kereta nasional milik pemerintah) di seluruh Jepang. Juhachi artinya 18, kippu artinya tiket. Jadi, tiket ini disediakan untuk mereka yang berumur-an 18 tahun yang giat, enerjik dan gesit selama melakukan perjalanan dengan kereta JR. Harganya 11.500 yen (sekitar Rp. 1150000). Kenapa tiket ini awalnya ditujukan untuk pemuda? Karena jika menggunakan tiket ini, anda hanya bisa menggunakan kereta lokal, semi rapid dan rapid, serta beberapa kerete malam yang masuk kategori lambat dibandingkan dengan kereta cepat shinkansen dan kereta ekspress lainnya. Oleh karenanya dibutuhkan kecepatan, energi dan kegesitan untuk melakukan perjalanan dengan tiket terusan juhachi kippu.

http://www.bagustris.tk/2013/08/summer-vacation-part-ii-hikone-dan-tokyo.html
Ini pertama kalinya saya naik kereta JR Kansai Line ke Kyoto, meski dulu pernah dengan arah sebaliknya, Kyoto - Kameyama. Berdasarkan panduan di hyperdia, rute seharusnya adalah Kameyama – Tsuge – Kusatsu – Kyoto - Ibaraki. Dari Kameyama menuju Tsuge menggunakan kereta JR Kansai Line, kemudian oper dengan Kusatsu Line menuju Kusatsu. Nah, dari Kusatsu ternyata saya tidak perlu norikae (oper kereta) lagi di Kyoto, karena kereta Biwako line dari Kusatsu berubah menjadi JR Kyoto Line begitu sampai di stasiun Kyoto, kemudian juga berhenti di stasiun Ibaraki, propinsi Osaka.

Agenda pertama liburan musim panas ini adalah mengikuti dauroh natsu di Masjid Osaka-Ibaraki. Untuk menuju masjid tersebut, dari stasiun Ibaraki dapat menggunakan Bus nomor 92 atau 93. Bila menggunakan bus nomor 92 maka berhentinya di Shimizu Bus Stop, dan bila menggunakan bus nomor 93 maka berhentinya di Toyokawa Shinryoujou mau, dari kedua bus-stop tersebut bisa berjalan kaki ke arah masjid.

Rute dari Bus Stop Menuju Osaka-Ibaraki Masjid

Di masjid Osaka-Ibaraki, saya menginap semalam, kemudian selasa pagi saya bertolak ke Kyoto untuk bertemu teman saya di sana. Memanfaatkan waktu satu jam sambil menunggu kereta ke Amanohashidate, kami mengunjungi Toji Temple di dekat stasiun Kyoto. Toji Temple merupakan kuil yang dibangun pada era Heian, sesaat setelah ibu kota Jepang dipindahkan ke Kyoto dari Nagaoka, di akhir tahun 700-an masehi. Toji temple sendiri diakui oleh Unesco sebagai satu dari world heritage sites yang ada di kota Kyoto.

A photo posted by Bagus Tris Atmaja (@bagustris) on

A photo posted by Bagus Tris Atmaja (@bagustris) on

A photo posted by Bagus Tris Atmaja (@bagustris) on

Untuk masuk ke Toji temple, cukup hanya dengan membayar 500 yen, dan sebelum masuk tiket gate, kita bisa gratis melihat sekeliling Toji Temple dimana ada beberapa bangunan dan taman termasuk Treasure House yang menyimpan arca-arca penting dan beberapa artefak sejarah Jepang. Di sebelah barat, masih di area yang gratis, kita bisa leluasa melihat Miedo Hall dan Homotsukan Museum. Sayang saat kesana museum tersebut masih tutup, museum tersebut hanya buka dari akhir Maret sampai akhir Mei dan dari akhir September sampai dengan akhir November.

Karena hanya memiliki waktu satu jam untuk menikmati Toji temple, kami segera bergegas kembali ke stasiun Kyoto. Namun apa daya, meski kamu berusaha bercepat-cepat, namun jadwal kereta pertama Amanohashidate pada jam 9.25 tak terkejar. Alhasil, kami menunggu jadwal kereta berikutnya, yakni sekitar satu jam setelahnya sambil makan dan menikmati hiruk pikuk stasiun Kyoto di masa liburan. Tiket dari stasiun Kyoto menuju Amanohashidate dapat dibeli seharga 4000 yen, dan selama perjalanan Kyoto-Amanoshidate kita akan disuguhi pemandangan yang menakjubkan!

Setelah menempuh perjalanan selama kurang lebih 2 jam kita sampai di stasiun Amanohashidate. Stasiun ini bukan milik JR, namun milik Kitakinki Railways (KTR), karena itulah tarif keretanya agak mahal, karena kereta JR Amanohashidate limited express menggunakan rel milik KTR untuk sampai ke Amanohashidate.

A photo posted by Bagus Tris Atmaja (@bagustris) on

Sesampainya di stasiun Amanohashidate kita langsung mencari Amanohashidate free pass, tiket ini mencakup bus dan kapal ferry dari Amanohashidate sisi monju menuju sisi miyazu, cable car, lifting chair, serta bus menuju Nariaiji temple, berapa kalipun, tak terbatas selama dua hari saja. Harga tiket free pass itupun cukup murah, hanya 1900 yen.

Agenda pertama setelah keluar dari stasiun Amanohashidate adalah meletakkan barang bawaan kita di hostel (Amanohashidate IH), karena akan cukup berat bila kita berjalan-jalan dengan menenteng tas punggung dan tas selempang. Untuk keperluan itu, kita naik kapal ferry yang sudah tercakup dalam free pass. Ferry penyeberangan berangkat setiap 20 menit sekali dan membutuhkan waktu sekitar 20 menit untu menyeberang teluk Amanohashidate. Selain Ferry, ada juga perahu boat, namun hal itu tidak tercover oleh free pass, butuh biaya tambahan sekitar 600 yen atau lebih tergantung rute perahu boat yang ingin ditumpangi. Saat di atas ferry, terlihat sekawanan burung mengikuti kami di belakang ferry. Beberapa penumpang melemparkan snack ke laut agar dimakan oleh burung tersebut.

A photo posted by Bagus Tris Atmaja (@bagustris) on

A photo posted by Bagus Tris Atmaja (@bagustris) on
Dari sisi Miyazu, kami bergerak mencari lokasi hostel yang telah dibooking. Agak sulit memang, dan kami perlu tersesat dulu sebelum menemukan lokasi Amanohashidate youth hostel. Dari Kono shrine ke arah Manai shrin, hostel tersebut terletak persisi disamping kanan jalan ke arah menuju Manai shrine. Kono shrine sendiri sebenarnya terletak di pinggir jalan setelah turun dari ferry dan menyusuri jalan menuju jalan raya.

A photo posted by Bagus Tris Atmaja (@bagustris) on

A photo posted by Bagus Tris Atmaja (@bagustris) on

Peta Amanohashidate, youth hostel persis di kanan Manai shrine

Setelah sampai di hostel dan dijamu dengan baik oleh pemiliknya kita meletakkan barang-barang kita di kamar. Alhamdulillah, kamarnya cukup nyaman dan makanan yang disediakan juga tidak mengandung daging. Menu sarapannya termasuk menu favorit saya di Jepang: ikan, telor dadar jepang, tahu jepang, dan sup. Selesai meletakkan barang-barang bawaan, kami menuju lokasi cable car dan lifting chair untuk menuju Kasamatsu Park.Naik menuju taman tersebut, kami menggunakan lifting chair, sedangkan turunnya kami memakai cable car. Sayang saat itu waktu sudah menunjukkan lebih dari jam 5 sore sehingga beberapa fasilitas di tempat wisata tersebut sudah tutup, termasuk layanan bus dari Kasamatsu Park menuju Nariaji temple. Namun pemandangan di Kasamatsu Park sungguh menakjubkan. Amamohashidate terlihat sangat jelas seperti jembatan menuju langit, atau jembatan menuju surga kalau diartikan secara harfiah (As-Shirath..??). Ada juga tugu lingkaran dimana pengunjung dapat melempar "batu" dengan target lingkaran tersebut. Semaca lempengan cakram kecil dijual seharga 200 yen/3 buah untuk dilempar ke tugu lingkaran tersebut. Seperti lempar jumroh pada ibadah haji, hanya saja beda target yang dilemparnya.

A photo posted by Bagus Tris Atmaja (@bagustris) on

A photo posted by Bagus Tris Atmaja (@bagustris) on

A photo posted by Bagus Tris Atmaja (@bagustris) on

Matahari sudah hampir terbenam ketika kami turun dari Kasamatsu Park. Perjalanan kami lanjutkan dengan menyusuri jembatan surga Amanohashidate, main spot di area ini yang berupa jalan yang menghubungkan daratan Monju (文珠 dan Miyazu di teluk Amanohashidate. Berlatar senja, langit saat itu sangat mempesona, apalagi kawasan Amanohashidate dikelilingi oleh pegunungan. Pantai berlatar belakang gunung, berlatar sunset. What a wonderful life!!


A photo posted by Bagus Tris Atmaja (@bagustris) on

#sunset #amanohashidate

A photo posted by Bagus Tris Atmaja (@bagustris) on

Sampai di ujung yang lain Amanohashidate, Manzu, daerah dimana kita datang paginya, kami langsung menuju bus stop untuk mengejar bus yang akan membawa kita ke ujung Amanohashidate yang lain. Bus stop yang berada di depan  stasiun Amanohashidate  memudahkan kita untuk mencapainya. Dengan bus kita kembali ke Miyazu, mencari makan malam di Nishigaki(にしがき), normal supermarket di Fuchu area(府中) dan kembali ke youth hostel.

Kami tidak langsung tidur sesampainya di hostel. Makan malam di lobby hostel sambil bercengkerama dan memanfaatkan wireless hotspot yang disediakan hostel mengisi acara kami malam itu. Kebetulan sekali ada seorang Jepang yang bisa bahasa Indonesia, teman sekamar kami yang sekaligus piawai bermain gitar. Akira-san namanya. Dia bekerja di perusahaan penjualan spare parts kapal ferry, dan banyak customer perusahaannya yang berasal dari Indonesia, karena itulah dia bisa berbicara bahasa Indonesia meski sedikit. Dia juga bercerita pernah pergi ke Sumatera. Malam itu dia menunjukkan beberapa foto hasil snorkling-nya siang tadi. Sekitar pukul 12 malam kami kembali ke kamar, sholat jamak qoshor maghrib-isya dan tidur.

Rabu 14 Agustus 2013, pukul 4 kami bangun, subuhan dan berangkat lagi ke main spot Amanohashidate untuk melihat sunrise. Meski tak seindah sunset sore hari sebelumnya, namun sunrise pagi itu terasa indah dengan kehadiran beberapa pemancing ikan, pengunjung yang memberanikan diri berenang di pagi hari, dan sekawanan burung yang melintas di atas kami.


A photo posted by Bagus Tris Atmaja (@bagustris) on

A photo posted by Bagus Tris Atmaja (@bagustris) on

A photo posted by Bagus Tris Atmaja (@bagustris) on

A photo posted by Bagus Tris Atmaja (@bagustris) on
Puas menikmati pemandangan di pagi hari, kami kembali ke hostel untuk sarapan dan check out. Kami kembali menyeberangi teluk Amanohashidate dengan kapal ferry. Beruntung, kami masih punya waktu sekitar satu jam sebelum kereta berangkat ke Kyoto. Kami gunakan waktu tersebut untuk mengunjungi spot lain: Amanohashidate view land yang berada di belakang stasiun Amanohashidate.

Beberapa Wahana di Amanohashidate view land

Seperti halnya Kasamatsu Park, Amaohashidate view land juga menawarkan tempat untuk meneropong jembatan langit Amanohashidate, lengkap dengan cable car dan lifting chair serta beberapa wahana lainnya. Sayang kami cuma punya sedikit waktu sehingga sesampainya disana kami langsung turun kembali dengan cable car untuk mengejar kereta ke Kyoto.

Dari Kyoto kami mampir kembali ke Masjid Osaka-Ibaraki untuk menunaikan sholat dhuhur-ashar sekaligus mengikuti kajian dauroh natsu di sana. Dari Ibaraki kami kembali lagi ke stasiun Kyoto dan oper kereta ke arah Maibara dan dilanjutkan kereta ke Oogaki dimana kereta malam Moonlight Nagara akan berangkat menuju Tokyo. Namun kami tidak langsung turun di Maibara, singgah dulu di stasiun Hikone. Ada beberapa obyek menarik di Hikone sebelum kami berpetualang di Tokyo.

Bersambung ke Summer Vacation Part II: Hikone (Temple, Lake Biwa) dan Tokyo (Asakusa, Odaiba) dimana waktu benar-benar harus termanfaatkan dengan baik. Berusaha sampai tapal batas, memaksimalkan segala yang ada untuk mencapai efisiensi tertinggi, bahkan selama liburan.
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...