Friday, March 31, 2023
Research Plan 2023
Tuesday, March 14, 2023
Kopi dan Produktifitas
Dalam sebuat Twitter feed, seorang user berkicau?
Adakah tool untuk meningkatkan produktivitas selain dengan minum kopi?
Ada banyak jawaban dari kicauan itu. Ada yang menjawab dengan minuman lain kesukaannya, jus buah. Ada yang menyarankan musik klasik. Ada juga yang menyarankan musik khusus yang dibuat untuk menemani kerja (khususnya programming, https://musicforprogramming.net/latest/). Saya baca-baca jawabannya lainnya, tidak ada yang masuk (untuk saya).
Saya pernah mencoba bekerja sambil mendengarkan musik (seperti musik programming di atas), dan kadang berhasil. Sebagai seorang muslim, saya juga mencoba bekerja sambil mendengarkan tilawah, dan kadang berhasil. Namun, sampai sekarang, saya belum menemukan tool lain yang bisa meningkatkan produktivitas (yakni: fokus, membuat kerja jadi selesai, efektif, dan efisien) seampuh kopi.
Khusus untuk tilawah, permasalahan utama ada pada keistiqomahan. Untuk minum kopi, saya otomatis menyambar gelas di disamping saya tapi tidak otomatis memutar tilawah padahal saya membutuhkannya. Qori favorit saya: Ali Jaber, Salaah Ba'uthman, dan Abdulallah Al-Mathrood. Suara tilawah menurut saya lebih mirip musik klasik (dari sisi ke efek gelombang otak) daripada music for programming di atas. Tilawah dipercaya meningkatkan laju pertumbuhan tanaman. Senada dengan musik klasik dan tilawah, suara juga dapat dimodifikasi untuk menstimuli gelombang yang bisa mentrigger gelombak otak tertentu via brainwave synchronization. Ketiganya belum dapat menggantikan kedudukan kopi untuk meningkatkan produktivitas. Kalau mau dibuat variasi, Kopi dan Tilawah adalah perpaduan paling sempurna seperti yang dikampanyekan Nuh Saunders.
Kembali ke pertanyaan yang mirip dengan pertanyaan user Twitter di atas: adakah tool yang bisa meningkatkan produktivitas seampuh kopi? Tidak ada. Kalau efektivitasnya di bawah kopi, mungkin ada. Tapi buat apa...? Kalau ada tool yang lebih efektif, pastinya pilih yang lebih efektif, kecuali bosan.
Sediakan kopi untuk meningkatkan kinerja anda dan teman-teman anda.
Friday, March 10, 2023
Antara Tukang Cuci Piring dan Editor Jurnal
Alkisah. Seorang teman bercerita, dia mendapat dua pilihan pekerjaan sampingan. Pertama sebagai pencuci piring. Kedua sebagai editor jurnal. Kerena bimbang untuk memilih salah satu diantara dua pekerjaan tersebut, beliau meminta pertimbangan istrinya. Berikut diskusi mereka.
Istrinya bertanya,
"Berapa waktu yang dibutuhkan untuk mereview satu jurnal?"
Sang suami menjawab,
"Kira-kira empat jam".
Istri melanjutkan,
"Berapa bayaran review dan mengedit satu jurnal itu?"
Suami menjawab,
"Seratus dua puluh lima ribu rupiah".
Istri bertanya lagi,
"Berapa bayaran cuci piring?"
Suami menjawab:
"1000 yen jam per jam".
Akhirnya si istri mengakhiri diskusi dengan solusinya.
"Ya udah, kamu ambil kerjaan cuci piring saja, kamu sedekahkan separo dari bayaran cuci piringmu ke masjid di Indonesia, itu jauh lebih bermanfaat dari menjadi bekerja paruh waktu sebagai editor jurnal."
Wednesday, March 08, 2023
Dari Narita, Cikarang, Jakarta, Solo, dan Madiun
Sebuah cerita dari perjalanan selama lima hari saat pulang ke Indonesia (Januari 2013).
Berangkat dari Kameyama-shi, selasa pagi pukul 04.30 JST, saya di jemput oleh Kokubu-san, kemudian kami ke rumah sachou (Pak Direktur) untuk menjemput sachou dan dilanjutkan ke Tsu Port, Ibukota propinsi Mie di Jepang. Kapal yang membawa kami dari Tsu Seaport ke Central Japan Airport, Chubu, berangkat tepat pukul 6.00. Selama kurang lebih sejam berada di kapal cepat, akhirnya kami mencapai Chubu airport.
Di Chubu air port, tiga moda transportasi disatukan: udara, laut dan darat. Begitu praktis dan efisiennya kehidupan di Jepang. Semuanya di desain untuk memudahkan hidup, bukan mempersusahnya. Inilah realiasi pajak yang saya bayar tiap bulannya di Negeri ini. Pemerintah (Jepang) pun melaksanakan tugasnya (memudahkan hidup rakyat) dengan cukup baik.
Dari Chubu, kami berangkat naik pesawat ke Narita sekitar pukul 8.30, dengan waktu perjalanan sekitar 40 menit. Sebelum jam 10 kami sudah mendarat di Narita, Tokyo. Dari terminal domestik Narita, kami oper (Jepang: norikae) dengan shuttle bis bandara menuju terminal 1, terminal international yang akan membawa kami ke Indonesia.
Jika pergi dari Jepang ke Indonesia, pilihan terbaik memang menggunakan Garuda, tanpa bermaksud promosi. Pengurusan visa (untuk warga negara asing seperti Jepang) bisa dilakukan setelah check in, sehingga kita tidak perlu mengurus visa on arrival ketika datang di Indonesia. Pesawat Garuda membawa kami meninggalkan Tokyo pukul 12.50 waktu setempat, dan kami tiba di Jakarta pukul 18.30 waktu setempat. Perjalanan ditempuh selama 6 jam termasuk perbedaan waktu antara Narita - Tokyo.
Satu hal agar kita tidak rugi selama naik pesawat adalah dengan memaksimalkan fasilitas yang ditawarkan pesawat. Tiga film saya tonton dalam rentang beda waktu 6 jam. Namun fasilitas lain sepertinya Garuda kalah dengan maskapai lain, seperti Korean Air. Dengan harga tiket yang tidak jauh beda, Korean Air menawarkan fasilitas lebih (per tahun 2013).
Pertama tujuan kami adalah Cikarang (setelah mendarat di Sukarno-Hatta AP), di sana kami tinggal selama tiga hari sebelum bertolak ke Madiun via Solo (Adi Sumarno AP). Dari Solo ke Madiun, dari Madiun ke Solo lagi untuk menemui LPK (lembaga pelatihan kerja), milik orang yang memperkenalkan diri sebagai seorang yang berdarah biru, di dekat stadion Manahan. Kemudian, kami balik ke Jakarta untuk ke Narita. Perjalanan lima hari yang melelahkan untuk mengobati kerinduan kepada orang tua dan negeri tercinta.