|
Secangkir kopi yang disajikan di Cafe Jepang (photo credit by me) |
Peradaban Muslim memengaruhi berbagai aspek kehidupan manusia,
seperti seni, sastra, hingga kuliner. Tradisi minum kopi, misalnya,
siapa sangka hal itu katanya juga berasal dari dunia Islam.
Sebuah manuskrip tentang budaya Muslim di abad ke-15 menyebutkan,
kopi mulai dikenal dalam budaya umat Islam pada sekitar tahun 1400.
Kopi itu dibawa masyarakat Yaman dari Ethiopia. Orang Afrika, terutama
Ethiopia, telah mengenal kopi sejak tahun 800 SM. Saat itu, mereka
mengonsumsi kopi yang dicampur dengan lemak hewan dan anggur untuk
memenuhi kebutuhan protein dan energi tubuh.
Sumber lain, yakni kesaksian dari ilmuwan Muslim terkemuka, Al-Razi
dan Ibnu Sina, menyatakan kopi telah dikenal di kalangan umat Islam pada
awal abad ke-10. Minuman ini pertama kali dinikmati dan dibudidayakan
oleh masyarakat Yaman. Mereka menyebut minuman kopi sebagai al-Qahwa.
Konon, peminum pertama kopi adalah kaum sufi yang menggunakannya sebagai
stimulan agar tetap terjaga selama berzikir pada malam hari.
Dari Yaman, keharuman kopi merebak ke berbagai kawasan di sekitarnya,
lalu ke Eropa, Amerika, dan akhirnya mendunia. Para pelancong,
peziarah, dan pedaganglah yang membawa kopi melanglang buana.
Abd-Al-Qadir Al-Jaziri dalam bukunya Umdat Al-Safwa (Argumen
Penggunaan Kopi) memerinci tentang bagaimana kopi mencapai Kairo, Mesir.
Dikatakan, pada pertengahan abad ke-16, kopi dibawa oleh para siswa
Al-Azhar berkebangsaan Yaman untuk meningkatkan stamina mereka. Dari
kalangan terdidik Al-Azhar, kopi segera memasuki jalan-jalan, toko-toko,
dan rumah tinggal di kota itu.
Sebelumnya, yakni pada awal abad ke-15, kopi telah mencapai Turki.
Warung kopi pertama di negeri ini berdiri pada 1475 di Istanbul.
Namanya, warung kopi Kiva Han.
Dalam bukunya, Al-Jaziri sekaligus menanggapi perdebatan agama
tentang manfaat dan boleh-tidaknya minum kopi di bawah hukum Islam. Ini
adalah dokumen tertua tentang sejarah, penggunaan, dan manfaat minum
kopi di dunia Islam. Setelah melewati perdebatan panjang, kopi pun
menjadi minuman tersohor di Makkah dan Madinah.
Dari interaksi para peziarah dan pedagang tadi, kopi kemudian
menyebar ke luar kalangan Muslim. Penyebarannya di Eropa dimulai pada
abad ke-17 melalui kota-kota terkemuka, seperti Venesia, Marseilles,
Amsterdam, London, dan Wina. Hal ini tentu saja berimbas pada nilai
ekspor kopi Yaman yang melonjak tajam.
Salah
satu kopi tersohor di dunia adalah kopi Turki. Penyajiannya yang unik
menjadi daya tarik rasa tersendiri. Biji kopi sangrai dididihkan dalam
wadah khusus hingga ampasnya mengental. Kopi Turki umumnya bisa
ditemukan di seluruh Timur Tengah, Afrika Utara, Kaukasus, dan Balkan.
Budaya kedai kopi sangat berkembang di Turki, bahkan menjadi salah satu
ciri khas negeri ini. Kopi pun memengaruhi budaya Turki hingga
linguistiknya.
Begitu cintanya masyarakat Turki pada kopi hingga seorang musafir
Inggris, Charles Mac Farlane, yang pernah melakukan observasi di negara
itu menyebut, “Turki tidak bisa hidup tanpa kopi.”
Tradisi kongkow-kongkow sembari ngobrol di kedai kopi membentuk gaya
hidup serta filsafat kehidupan yang khas pada masyarakat Turki. Dari
sana, mereka membentuk sebuah jaringan penyebaran budaya yang mencakup
semua elemen masyarakat.
Kedai kopi pertama di Turki adalah Kiva Han. Tak sekadar minum kopi,
orang-orang datang ke kedai ini juga untuk membaca buku dan teks-teks
yang indah, bermain catur, serta mendiskusikan puisi atau sastra.
Kopi mulai dikenal di Istanbul pada masa pemerintahan Sultan Suleiman
(1543). Gubernur Ottoman Yaman, Özdemir Pasha, yang memperkenalkannya
melalui cara baru minum kopi. Tak lama kemudian, kopi menjadi bagian
penting pada setiap perjamuan di Istana dan sangat populer di
pengadilan.
Begitu pentingnya minuman kopi ini, sampai-sampai ada jabatan ketua
pembuat kopi di dalam daftar nama pejabat pengadilan. Tugas utama
pembuat kopi adalah meracik kopi dengan resep rahasia kerajaan. Maka
itu, dipilihlah orang yang mempunyai loyalitas dan kemampuan menjaga
rahasia.
Dari Turki, kopi kemudian merambah Eropa. Ketertarikan bangsa Eropa
terhadap gaya hidup orang Turki pada abad ke-17 menjadi awal kegemaran
mereka pada kopi. Di Inggris, kopi pertama kali diperkenalkan oleh
seorang keturunan Yunani bernama Pasqua Rosee sebelum tahun 1650. Ia
pernah bekerja pada pedagang Turki sehingga mengetahui seluk-beluk kopi.
Dia jugalah yang pertama kali menjual kopi di kedai kopi di tepi
Lombard-Street. Kemudian pada 1658, muncul kafe lain di Cornhill bernama
Sultaness Head, dan pada 1700 sudah ada sekitar 500 kedai kopi di
London.
Popularitas kedai kopi mencuat pada abad ke-17 hingga 18. Booming
kedai kopi terekam dalam banyak karya sastra Inggris. Para sastrawan
secara perinci menceritakan kebiasaan masyarakat Inggris duduk-duduk
sambil minum kopi di kafe. Selain minum kopi atau teh, banyak juga
pengunjung yang membaca koran, merokok, juga berdebat soal politik atau
perkembangan sosial saat itu. Akibatnya, kedai-kedai kopi harus
mendaftarkan diri secara hukum karena banyak kegiatan yang bisa
mengancam pemerintahan kerajaan Inggris. Bahkan, pada 1675, pemerintah
menganggap kedai kopi sebagai sumber pemberontakan. Kedai-kedai itu pun
ditutup.
Sementara di Italia, kopi dikenal berkat hubungan bisnis yang aktif
antara para pedagang Venesia dengan relasinya dari Afrika Utara, Mesir,
dan Timur Tengah. Setelah mencicipi cita rasa kopi yang sedap, pedagang
Venesia yakin bahan minuman ini memiliki potensi ekonomi yang tinggi.
Mereka pun lalu mengimpornya.
Selanjutnya, kopi dijual di pusat-pusat perdagangan di Venesia dan
akhirnya tersedia luas untuk masyarakat umum. Kedai kopi pertama di
Venesia berdiri pada 1645. Pada 1763, gerai kopi sudah berkembang
menjadi 218. Dari Venesia, kopi menyebar ke wilayah-wilayah lainnya di
Italia, seperti Turin, Genoa, Milan, Florence, dan Roma.
Seperti barang impor lainnya yang berasal dari dunia Muslim, kopi
pada awalnya ditolak oleh institusi agama di Italia. Paus Klemens VIII
(1536-1605) sempat melarang konsumsi kopi. Namun, setelah mencicipi,
Paus membolehkan bahkan memberkatinya. Persetujuan ini melempangkan
jalan bagi kopi untuk hadir di semua rumah di Eropa.
Dari dalam negeri, ulama Kediri - Jawa Timur, pernah menulis kitab dengan judul Irsyad al-Ikhwan fi Bayan Hukmi Syurb al-Qahwah wa al-dhukhan (Kitab Kopi dan Rokok). Beliau adalah ulama kondang yang pernah diminta pemerintah Mesir untuk mengajar di universitas Al-Azhar namun beliau menolaknya. Buku membahas seluk beluk kopi dan rokok, mulai dari: sejarah, polemik hukum mengkonsumsi, hingga kasiat yang dikandung.
Dan salah satu kopi favorit saya adalah berikut ini.